Zeno dari Citium

Raymond Kelvin Nando — Zeno dari Citium adalah seorang filsuf Yunani kuno yang dikenal sebagai pendiri aliran Stoisisme, salah satu sistem filsafat moral paling berpengaruh dalam sejarah Barat. Ia menegaskan bahwa hidup selaras dengan alam (living according to nature) adalah tujuan tertinggi manusia, dan bahwa kebajikan (aretē) merupakan satu-satunya kebaikan sejati. Melalui rasio, manusia dapat mencapai apatheia—keadaan jiwa tenang yang terbebas dari penderitaan emosi. Pemikirannya tentang rasionalitas kosmos, moralitas universal, dan keteguhan batin menjadi fondasi bagi etika, logika, dan fisika Stoik yang kelak dikembangkan oleh para penerusnya seperti Cleanthes, Chrysippus, Seneca, dan Marcus Aurelius.

Biografi Zeno dari Citium

Zeno lahir sekitar 334 SM di Citium, sebuah kota di pulau Siprus yang saat itu berada di bawah pengaruh budaya Yunani dan Fenisia. Ia berasal dari keluarga pedagang kaya dan sempat menjalankan bisnis maritim sebelum kehidupannya berubah total akibat sebuah peristiwa. Menurut kisah yang dicatat oleh Diogenes Laërtius, Zeno kapal karam di dekat Piraeus, dan setelah kehilangan seluruh hartanya, ia berjalan ke Athena dan mulai membaca karya Xenophon, Memorabilia, yang menceritakan kehidupan Socrates.

Terinspirasi oleh ideal moral Socrates, Zeno memutuskan untuk menjadi filsuf. Ia belajar dari beberapa aliran besar pada zamannya: dari Cratês (seorang Cynic) ia belajar asketisme dan kebebasan batin; dari Stilpo (Megarian) ia menyerap logika dialektik; dan dari Polemo (Platonis) ia mempelajari harmoni moral. Namun, Zeno kemudian mengembangkan sistem yang khas, yang menggabungkan elemen-elemen rasionalisme dan naturalisme dalam satu kesatuan etika yang koheren.

Orang lain juga membaca :  Denis Diderot

Sekitar tahun 300 SM, Zeno mulai mengajar di Stoa Poikilē (“Serambi Berlukis”) di Agora Athena — dari sinilah nama Stoik berasal. Ajarannya segera menarik perhatian banyak murid dan menjadi salah satu aliran filsafat utama di dunia Helenistik. Ia menulis sejumlah karya seperti Republic, On Nature, dan On the Passions, meski sebagian besar tidak bertahan.

Zeno meninggal sekitar 262 SM di Athena, dengan reputasi sebagai seorang bijak yang hidup sesuai ajarannya sendiri. Ia dikenang karena kesederhanaannya, kejujuran moralnya, dan keyakinannya bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai melalui kebajikan dan penguasaan diri.

Konsep-Konsep Utama

Living According to Nature (Hidup Selaras dengan Alam)

Konsep utama dalam ajaran Zeno adalah bahwa tujuan hidup manusia adalah hidup selaras dengan alam, karena rasio manusia merupakan bagian dari rasio ilahi (logos) yang menata alam semesta.

τὸ ὁμολογουμένως τῇ φύσει ζῆν (Diogenes Laërtius, Lives of Eminent Philosophers, VII.87)

Artinya, “hidup sesuai dengan alam.” Bagi Zeno, “alam” tidak hanya berarti dunia fisik, tetapi juga rasionalitas dan tatanan moral yang menembus seluruh realitas. Maka, hidup selaras dengan alam berarti hidup sesuai dengan rasio dan kebajikan, menerima segala yang terjadi sebagai bagian dari kehendak alam semesta.

Zeno menolak pandangan hedonistik Epicurus dan menegaskan bahwa kebahagiaan bukanlah kesenangan, tetapi harmoni antara kehendak manusia dan kehendak alam. Dalam hal ini, manusia bijak (sophos) adalah mereka yang telah mencapai keselarasan sempurna dengan tatanan kosmos, menerima dengan tenang baik keberuntungan maupun penderitaan.

Dengan demikian, prinsip living according to nature menjadi dasar dari seluruh etika Stoik. Ia menuntut penguasaan diri, keteguhan moral, dan penerimaan rasional terhadap takdir (fatum).

Apatheia (Ketidakterguncangan Emosi)

Zeno mengajarkan bahwa penderitaan moral muncul karena emosi yang tidak rasional (pathē) — seperti ketakutan, hasrat, dan kesedihan — yang mengganggu harmoni jiwa. Tujuan hidup bijak adalah mencapai apatheia, yaitu keadaan batin yang bebas dari emosi destruktif.

Ἀπάθεια δέ ἐστιν ἡ τῶν παθῶν ἐξαίρεσις (Stobaeus, Eclogae Ethicae, II.7.5b)

Apatheia adalah penghilangan emosi.”

Orang lain juga membaca :  Francis Hutcheson

Namun, Zeno tidak mengajarkan penindasan emosi, melainkan transformasi emosi melalui rasio. Bagi Zeno, emosi bukanlah kejahatan, melainkan bentuk penilaian keliru terhadap apa yang baik dan buruk. Dengan menggunakan rasio, manusia dapat menilai segala sesuatu secara benar — bahwa hanya kebajikan yang benar-benar baik, dan hanya keburukan moral yang benar-benar jahat.

Dalam apatheia, seseorang tidak menjadi dingin atau tidak peduli, melainkan tenang, teguh, dan bebas — mencerminkan keadaan batin seorang bijak yang telah selaras dengan tatanan kosmik. Konsep ini kemudian menjadi pusat dari etika Stoik dan mempengaruhi pemikiran moral Romawi serta filsafat eksistensial modern.

Logos (Rasio Universal)

Zeno memandang kosmos sebagai organisme rasional yang hidup, diatur oleh prinsip ilahi yang disebut logos.

ὁ λόγος διήκει διὰ παντὸς τοῦ κόσμου (Cicero, De Natura Deorum, II.22)

“Rasio menembus seluruh alam semesta.”

Logos adalah hukum universal yang memberi keteraturan pada dunia dan juga merupakan rasio manusia itu sendiri, karena manusia diciptakan dari substansi yang sama dengan kosmos. Maka, ketika manusia berpikir dengan benar, ia sedang berpartisipasi dalam logos ilahi.

Dengan pandangan ini, Zeno menyatukan teologi, fisika, dan etika: Tuhan bukan entitas transenden, melainkan prinsip rasional imanen dalam alam. Semua yang terjadi adalah manifestasi dari logos, dan dengan demikian, manusia yang bijak akan menerima segala peristiwa sebagai kehendak rasional dari tatanan kosmik.

Dalam Konteks Lain

Etika dan Politik Stoik

Zeno juga menulis karya berjudul Politeia (Republik), yang menggambarkan visi utopisnya tentang masyarakat ideal berdasarkan prinsip kebajikan dan persaudaraan universal.

πάντες ἄνθρωποι ἀδελφοί εἰσιν (Zeno, Politeia, frag. 6)

“Semua manusia adalah saudara.”

Dalam pandangan ini, Zeno menolak diskriminasi antara bangsa, kelas, atau jenis kelamin, dan menegaskan konsep kosmopolitanisme Stoik: bahwa setiap manusia adalah warga dari satu dunia (cosmopolis). Ia menentang perbudakan, perang, dan keserakahan politik, serta mendorong pemerintahan berdasarkan kebijaksanaan moral, bukan kekuasaan.

Orang lain juga membaca :  Etienne Bonnot de Condillac

Gagasannya kemudian menjadi inspirasi bagi filsafat moral Stoik Romawi dan bahkan humanisme modern. Stoisisme, melalui Zeno, mengajarkan bahwa kebajikan moral tidak bergantung pada status sosial, melainkan pada kemampuan untuk berpikir rasional dan hidup sesuai dengan alam semesta.

Kesimpulan

Zeno dari Citium adalah pendiri Stoisisme dan arsitek etika rasional yang menekankan hidup dalam keselarasan dengan alam, kebebasan dari emosi destruktif, dan keutamaan moral sebagai puncak kehidupan manusia. Ia meletakkan dasar bagi pandangan kosmopolitan dan naturalistik yang menghubungkan Tuhan, alam, dan manusia dalam satu sistem rasional yang harmonis. Melalui konsep logos, apatheia, dan living according to nature, Zeno membentuk kerangka etika universal yang relevan hingga masa kini sebagai panduan untuk ketenangan batin dan kebijaksanaan moral.

FAQ

Apa tujuan hidup menurut Zeno dari Citium?

Tujuan hidup adalah hidup selaras dengan alam, yakni menyesuaikan diri dengan rasio universal yang menata kosmos dan kehidupan moral manusia.

Apa arti apatheia dalam Stoisisme?

Apatheia berarti ketenangan batin melalui penguasaan diri dan kebebasan dari emosi destruktif yang muncul dari penilaian keliru.

Bagaimana pandangan Zeno tentang Tuhan dan alam?

Zeno memandang Tuhan sebagai rasio ilahi (logos) yang imanen dalam alam semesta — bukan sosok transenden, tetapi prinsip rasional yang menjiwai segala sesuatu.

Referensi

  • Diogenes Laërtius. (1925). Lives of Eminent Philosophers. Loeb Classical Library.
  • Long, A. A., & Sedley, D. N. (1987). The Hellenistic Philosophers. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Inwood, B. (1985). Ethics and Human Action in Early Stoicism. Oxford: Clarendon Press.
  • Sellars, J. (2006). Stoicism. Berkeley: University of California Press.
  • Brennan, T. (2005). The Stoic Life: Emotions, Duties, and Fate. Oxford: Oxford University Press.
  • Annas, J. (1993). The Morality of Happiness. New York: Oxford University Press.

Dukung berbagai Project Raymond Kelvin Nando kedepannya


Citation


Previous Article

William Godwin

Next Article

Zeno dari Elea