Themistius

Raymond Kelvin Nando — Themistius adalah seorang filsuf Yunani abad ke-4 Masehi, komentator Aristotelian, dan negarawan yang berperan penting dalam pelestarian dan penafsiran filsafat klasik di era Bizantium awal. Ia dikenal karena usahanya menyatukan filsafat Aristoteles dan Platonisme, serta menegaskan peran filsafat sebagai jembatan antara kebijaksanaan rasional dan moralitas publik.

Biografi Themistius

Themistius lahir di Paflagonia sekitar tahun 317 M dan belajar di Konstantinopel di bawah bimbingan ayahnya, Eugenius, seorang ahli retorika dan filsafat. Ia dengan cepat menjadi terkenal karena kemampuan retoriknya yang luar biasa dan kedalaman pengetahuan filosofinya, terutama dalam Aristotelianisme.

Pada masa pemerintahan Kaisar Constantius II, Themistius diangkat menjadi anggota senat dan berperan sebagai orator kekaisaran. Ia juga menjabat sebagai prefek Konstantinopel dan memiliki hubungan dekat dengan sejumlah kaisar, termasuk Julianus, Jovianus, dan Theodosius I.

Sebagai seorang filsuf publik, ia menulis banyak komentar dan parafrase atas karya Aristoteles, termasuk De Anima, Physics, Metaphysics, dan Posterior Analytics. Namun, berbeda dari para komentator sebelumnya, Themistius tidak hanya menafsirkan teks, tetapi juga mengembangkan sintesis filosofis antara Aristoteles dan Plato.

Ia wafat sekitar tahun 388 M. Karya-karyanya menjadi penghubung penting antara filsafat Yunani klasik dan pemikiran Islam serta Kristen abad pertengahan, karena naskah-naskahnya diterjemahkan ke dalam bahasa Suriah dan Arab.

Orang lain juga membaca :  Jacques Maritain

Konsep-Konsep Utama

Nous Poietikos (Akal Aktif)

Salah satu konsep kunci dalam filsafat Themistius adalah penafsirannya terhadap gagasan Aristoteles tentang nous poietikos atau akal aktif.

The active intellect is separate, unmixed, and immortal; it is that by which all things are known. (Paraphrase of De Anima, 150–155)

Menurut Themistius, akal aktif adalah prinsip rasional universal yang memungkinkan manusia memahami bentuk-bentuk inteligibel. Ia bukan bagian dari jiwa individu, melainkan entitas transenden yang bertindak sebagai sumber pencerahan intelektual.

Penafsiran ini menunjukkan bahwa pengetahuan bukan sekadar hasil aktivitas individu, tetapi merupakan partisipasi dalam intelek ilahi yang abadi. Dengan demikian, Themistius memadukan pandangan Aristoteles dengan aspek mistik dari Platonisme, menekankan bahwa pengenalan rasional adalah bentuk penyatuan antara jiwa dan intelek universal.

Ia juga menolak pandangan materialistik tentang pikiran, dengan menegaskan bahwa akal aktif bersifat imaterial dan kekal, sedangkan akal pasif (yang menerima bentuk) hanya sementara dan bergantung pada tubuh manusia.

Harmony of Plato and Aristotle (Keselarasan Plato dan Aristoteles)

Themistius berupaya menafsirkan kedua filsuf besar, Plato dan Aristoteles, bukan sebagai lawan, tetapi sebagai dua jalan menuju kebenaran yang sama.

The doctrines of Plato and Aristotle differ in expression, not in substance; both seek the same good for the soul and for the polis. (Orationes, XIII, hlm. 72)

Baginya, Plato dan Aristoteles sepakat dalam hal tujuan akhir filsafat, yaitu pencapaian kebahagiaan melalui pengetahuan dan kebajikan. Perbedaan di antara keduanya hanya terletak pada metode dan bahasa konseptual.

Dengan menegaskan keselarasan ini, Themistius berupaya mendamaikan dua tradisi besar filsafat Yunani dan mengembalikannya ke fungsi etis dan politiknya. Ia menolak sektarianisme intelektual dan menekankan bahwa filsafat sejati adalah pencarian rasional menuju kebaikan bersama.

Orang lain juga membaca :  Lucretius

Philosophical Statesmanship (Negarawan Filosofis)

Selain sebagai filsuf, Themistius juga menulis banyak pidato politik dan moral. Ia melihat bahwa filsuf sejati harus terlibat dalam kehidupan publik untuk menegakkan keadilan dan kebijaksanaan.

The philosopher must not flee the world, but enlighten it through reason and persuasion. (Orationes, XIX, hlm. 91)

Baginya, tugas filsuf bukan untuk menarik diri dari dunia seperti pertapa, tetapi untuk menjadi penasihat moral bagi para penguasa dan masyarakat. Pandangan ini merefleksikan idealisme Aristoteles dalam Politics, namun dengan sentuhan humanisme Platonik yang menekankan tanggung jawab etis dalam pemerintahan.

Dalam konteks ini, Themistius menempatkan filsafat sebagai penghubung antara akal dan politik, di mana kebijaksanaan rasional harus diterjemahkan menjadi kebijakan publik yang adil.

Dalam Konteks Lain

Filsafat dalam Tradisi Bizantium dan Islam

Themistius memainkan peran penting dalam transmisi filsafat Yunani ke dunia Bizantium dan Islam. Parafrasenya terhadap karya Aristoteles lebih mudah diakses dibandingkan komentar literal, sehingga banyak digunakan oleh penerjemah Suriah dan Arab seperti Ibn al-Bitriq dan Hunayn ibn Ishaq.

Themistius made Aristotle intelligible to the East, and through him the light of Greek reason reached the Arabs. (Commentaria Graeca in Aristotelem, Berlin, 1882)

Pemikiran Themistius tentang akal aktif menjadi dasar bagi teori intelek dalam filsafat Islam, terutama pada Al-Farabi, Avicenna (Ibn Sina), dan Averroes (Ibn Rushd). Konsep intellectus agens dalam tradisi Latin juga merupakan kelanjutan dari interpretasi Themistius terhadap Aristoteles.

Dengan demikian, ia menjadi jembatan historis dan intelektual antara dunia Yunani klasik dan tradisi filsafat skolastik.

Etika dan Humanisme Rasional

Themistius menekankan bahwa filsafat tidak hanya mencari kebenaran metafisik, tetapi juga mengajarkan kebijaksanaan praktis untuk menjalani kehidupan yang baik. Ia melihat akal sebagai sarana utama moralitas, di mana kebajikan adalah bentuk kesempurnaan manusia.

Orang lain juga membaca :  Epicurus

Pandangan ini mengandung etos humanistik: bahwa rasio bukan milik elit, melainkan kemampuan universal manusia yang memungkinkan pembentukan masyarakat beradab dan adil. Dalam hal ini, Themistius menjadi salah satu pionir humanisme rasional di dunia Yunani akhir.

Kesimpulan

Themistius merupakan figur kunci dalam sejarah filsafat yang menggabungkan pemikiran klasik dan semangat rasionalitas universal. Ia menegaskan bahwa filsafat adalah jalan menuju kebijaksanaan praktis dan kehidupan yang baik, sekaligus menjembatani warisan Plato dan Aristoteles. Sebagai seorang komentator, humanis, dan negarawan, Themistius berperan penting dalam menjaga kontinuitas tradisi filsafat dari dunia Yunani menuju era Bizantium dan Islam.

FAQ

Apa kontribusi utama Themistius terhadap filsafat?

Ia menafsirkan Aristoteles dengan gaya parafrase yang mudah dipahami dan menekankan kesatuan ajaran antara Plato dan Aristoteles.

Apa makna konsep nous poietikos menurut Themistius?

Nous poietikos adalah akal aktif yang bersifat transenden dan abadi, sumber dari semua pengetahuan rasional manusia.

Bagaimana pengaruh Themistius terhadap filsafat Islam?

Pemikirannya menjadi dasar bagi teori intelek dalam filsafat Islam, terutama melalui Avicenna dan Averroes, serta memengaruhi teologi skolastik Eropa.

Referensi

  • Themistius. (1989). Paraphrase of De Anima. Trans. R. B. Todd. Ithaca: Cornell University Press.
  • Themistius. (1973). Orationes. Leipzig: Teubner.
  • Blumenthal, H. J. (1996). Aristotle and Neoplatonism in Late Antiquity: Interpretations of the De Anima. Ithaca: Cornell University Press.
  • Todd, R. B. (2003). Themistius: On Aristotle On the Soul. London: Duckworth.
  • Gutas, D. (1998). Greek Thought, Arabic Culture: The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early ‘Abbāsid Society. London: Routledge.
  • Sorabji, R. (2005). The Philosophy of the Commentators, 200–600 AD. Ithaca: Cornell University Press.

[/et_pb_text][/et_pb_column]
[/et_pb_row]
[/et_pb_section]

Dukung berbagai Project Raymond Kelvin Nando kedepannya


Citation


Previous Article

Thales

Next Article

Theophrastus