Raymond Kelvin Nando — St. Augustine adalah seorang filsuf dan teolog Kristen dari Hippo (Afrika Utara) yang menjadi salah satu pilar utama filsafat dan teologi Barat. Pemikirannya menandai sintesis monumental antara filsafat Yunani—khususnya Platonisme—dan iman Kristen, membentuk dasar bagi metafisika, etika, dan epistemologi Kristen hingga Abad Pertengahan dan seterusnya.
Daftar Isi
Biografi St. Augustine
Aurelius Augustinus lahir pada tahun 354 M di Tagaste, Numidia (kini Souk Ahras, Aljazair), dari ayah seorang pejabat Romawi bernama Patricius dan ibu yang saleh bernama Monika. Sejak kecil ia dikenal cerdas dan memiliki kemampuan retorika luar biasa. Namun, masa mudanya diwarnai oleh pencarian intelektual dan moral yang gelisah. Ia mempelajari retorika di Kartago, di mana ia tertarik pada filsafat dan juga ajaran Manikheisme — sebuah sekte dualistik yang mengajarkan pertarungan abadi antara terang dan gelap.
Ketidakpuasan terhadap Manikheisme mendorong Augustine mendalami skeptisisme Akademik, sebelum akhirnya menemukan pemikiran Platonis dan Neoplatonis yang mengarahkannya pada konsep Tuhan sebagai sumber kebenaran dan kebaikan tertinggi.
Pada tahun 386 M, di usia 32 tahun, ia mengalami konversi spiritual setelah membaca surat Paulus yang berisi panggilan untuk hidup dalam roh, bukan dalam hawa nafsu. Ia menulis tentang pengalaman ini dalam Confessiones, yang kemudian menjadi karya otobiografis paling terkenal dalam sejarah Barat. Setelah dibaptis oleh St. Ambrosius di Milan, ia kembali ke Afrika, menjadi imam, dan kemudian uskup Hippo pada tahun 396 M.
Sebagai pemimpin gereja dan intelektual, Augustine menulis lebih dari 100 karya, termasuk De Civitate Dei (Kota Allah), De Trinitate, dan Confessiones. Ia wafat pada tahun 430 M ketika Hippo dikepung oleh bangsa Vandal, meninggalkan warisan intelektual yang menjadi fondasi pemikiran Kristen dan filsafat eksistensial modern.
Konsep-Konsep Utama
Confessiones (Pengakuan Diri)
Dalam Confessiones, St. Augustine merefleksikan perjalanan hidup dan pencariannya terhadap kebenaran. Bagi Augustine, pengetahuan sejati tidak ditemukan melalui dunia luar, tetapi melalui introspeksi batiniah, di mana manusia menemukan kehadiran Tuhan.
Noli foras ire, in te ipsum redi; in interiore homine habitat veritas. (Confessiones, X.27.38, hlm. 249)
Artinya, “Jangan keluar mencari, kembalilah ke dalam dirimu sendiri; dalam batin manusia berdiam kebenaran.” Kutipan ini menegaskan keyakinan Augustine bahwa jiwa manusia adalah cermin ilahi. Melalui refleksi batin, manusia menemukan jejak Tuhan yang telah menanamkan kebenaran di dalam hati.
Konsep ini kemudian menjadi dasar epistemologi iluminatifnya — pengetahuan sejati tidak diperoleh dari pengalaman empiris, tetapi melalui pencerahan ilahi (illuminatio) yang memungkinkan manusia memahami kebenaran abadi.
Illuminatio (Pencerahan Ilahi)
Epistemologi Augustine berakar pada gagasan bahwa semua pengetahuan sejati berasal dari Tuhan, yang menerangi akal manusia seperti matahari menerangi mata.
Si enim fallor, sum. (De Civitate Dei, XI.26, hlm. 317)
Ungkapan ini, yang berarti “Jika aku keliru, aku ada,” menunjukkan bahwa kesadaran diri adalah bukti eksistensi, dan eksistensi itu diterangi oleh kebenaran yang bersumber dari Tuhan. Augustine menolak skeptisisme ekstrem dengan argumen bahwa pengalaman kesalahan justru menegaskan realitas kesadaran.
Pencerahan ilahi bagi Augustine tidak hanya bersifat intelektual, tetapi juga moral. Akal tidak dapat memahami kebenaran tanpa hati yang diarahkan kepada Tuhan. Dengan demikian, illuminatio bukan sekadar proses kognitif, melainkan hubungan eksistensial antara jiwa manusia dan kebenaran ilahi.
De Civitate Dei (Kota Allah)
Dalam karya besarnya De Civitate Dei, Augustine membedakan antara dua “kota”: Kota Allah (Civitas Dei) dan Kota Dunia (Civitas Terrena).
Dua cinta telah membentuk dua kota: cinta diri hingga mengabaikan Tuhan membentuk kota dunia; cinta kepada Tuhan hingga mengabaikan diri membentuk kota Allah. (De Civitate Dei, XIV.28, hlm. 563)
Bagi Augustine, sejarah manusia adalah drama moral yang mencerminkan pertentangan dua cinta: cinta diri yang egoistik dan cinta ilahi yang transendental. Kota Allah tidak merujuk pada entitas politis, melainkan komunitas spiritual orang-orang yang hidup dalam kasih dan kebenaran Tuhan.
Konsep ini memiliki pengaruh mendalam terhadap filsafat sejarah dan politik Barat, karena memisahkan antara urusan duniawi yang fana dan realitas rohani yang kekal.
Dalam Konteks Lain
Hubungan dengan Platonisme
St. Augustine sangat dipengaruhi oleh Platonisme dan Neoplatonisme, terutama gagasan bahwa kebenaran dan kebaikan bersumber dari realitas yang transenden. Namun, ia menolak gagasan Platonik tentang reinkarnasi dan menyempurnakan metafisika tersebut dengan teologi penciptaan.
Every good and true Christian should understand that wherever he may find truth, it is his Lord’s. (De Doctrina Christiana, II.18.28, hlm. 89)
Dengan ini Augustine menyatakan bahwa kebenaran bersifat universal dan berasal dari Tuhan, tidak tergantung pada sumber atau tradisi tertentu. Ia mengintegrasikan rasionalitas Yunani dengan wahyu ilahi, membentuk dasar bagi filsafat Kristen skolastik.
Etika, Kehendak, dan Dosa Asal
Dalam filsafat moralnya, Augustine menekankan kehendak bebas (liberum arbitrium) dan dosa asal (peccatum originale). Bagi Augustine, kehendak manusia rusak akibat dosa asal, sehingga tidak mampu memilih kebaikan sejati tanpa rahmat Tuhan.
For when the will abandons what is above itself, and turns to what is lower, it becomes evil. (De Libero Arbitrio, II.19.50, hlm. 212)
Etika Augustine menempatkan cinta (caritas) sebagai prinsip moral tertinggi — cinta yang tertuju kepada Tuhan menghasilkan kebajikan, sedangkan cinta yang berpusat pada diri menghasilkan dosa. Dengan demikian, moralitas sejati adalah pengarahan kehendak kepada kebenaran dan cinta ilahi.
Kesimpulan
St. Augustine menyatukan rasionalitas Yunani dan iman Kristen dalam sintesis yang monumental. Melalui konsep illuminatio, Civitas Dei, dan refleksi batiniah, ia meletakkan dasar bagi filsafat eksistensial dan teologi modern. Ia menunjukkan bahwa kebenaran sejati tidak ditemukan di luar, melainkan di dalam jiwa yang diterangi oleh kasih dan rahmat Tuhan.
FAQ
Apa peran St. Augustine dalam filsafat Barat?
Ia menjembatani pemikiran klasik Yunani dengan teologi Kristen, meletakkan dasar bagi filsafat abad pertengahan dan eksistensialisme modern.
Apa makna pencerahan ilahi dalam pemikirannya?
Bahwa pengetahuan sejati datang dari Tuhan yang menerangi akal manusia, bukan semata dari pengalaman inderawi.
Referensi
- Augustine, St. (1998). Confessiones. Trans. H. Chadwick. Oxford: Oxford University Press.
- Augustine, St. (2003). De Civitate Dei. Trans. H. Bettenson. London: Penguin Classics.
- Augustine, St. (1990). De Trinitate. Trans. E. Hill. New York: New City Press.
- O’Donnell, J. J. (2005). Augustine: A New Biography. New York: HarperCollins.
- Rist, J. M. (1994). Augustine: Ancient Thought Baptized. Cambridge: Cambridge University Press.
- Gilson, É. (1960). The Christian Philosophy of St. Augustine. New York: Random House.