Judith Butler

Raymond Kelvin Nando — Judith Butler adalah seorang filsuf asal Amerika Serikat yang dikenal luas karena kontribusinya dalam bidang teori gender, etika, dan filsafat politik. Ia merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam filsafat kontemporer, terutama melalui gagasan tentang gender performativity yang mengubah cara pandang dunia terhadap identitas, tubuh, dan kekuasaan. Pemikirannya memperluas cakrawala filsafat dengan menantang batas-batas antara biologis, sosial, dan linguistik dalam konstruksi diri manusia.

Biografi Judith Butler

Judith Butler lahir pada 24 Februari 1956 di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat, dari keluarga Yahudi dengan latar belakang budaya yang kuat. Ketertarikannya pada filsafat muncul sejak remaja, khususnya pada tema etika, identitas, dan keadilan sosial. Ia menempuh pendidikan filsafat di Yale University, tempat ia meraih gelar Ph.D. pada tahun 1984 dengan disertasi tentang Subjects of Desire: Hegelian Reflections in Twentieth-Century France.

Setelah lulus, Butler mengajar di berbagai universitas terkemuka, termasuk Wesleyan University, George Washington University, Johns Hopkins, dan University of California, Berkeley. Ia juga menjadi profesor di European Graduate School di Swiss.

Karya monumentalnya, Gender Trouble: Feminism and the Subversion of Identity (1990), menjadi tonggak lahirnya teori gender performativity. Buku ini mengguncang teori feminisme arus utama dengan menolak gagasan bahwa gender adalah ekspresi dari identitas biologis yang tetap.

Selain itu, Butler aktif dalam isu-isu sosial dan politik, termasuk hak LGBTQ+, keadilan rasial, serta kritik terhadap kekerasan negara. Ia menjadi tokoh penting dalam filsafat kontemporer yang menjembatani teori dengan praktik sosial.

Orang lain juga membaca :  Nicholas Malebranche

Konsep-Konsep Utama

Gender Performativity (Kinerja Gender)

Konsep paling terkenal dari Butler adalah gender performativity, yang menegaskan bahwa gender bukanlah sesuatu yang dimiliki seseorang, melainkan sesuatu yang dilakukan — serangkaian tindakan, gestur, dan wacana yang diulang-ulang hingga tampak alami.

Butler mengatakan dalam bukunya Gender Trouble:

Gender is the repeated stylization of the body, a set of repeated acts within a highly rigid regulatory frame that congeal over time to produce the appearance of substance. (Gender Trouble, 1990, hlm. 43)

Kutipan ini menunjukkan bahwa identitas gender terbentuk melalui pengulangan tindakan sosial yang diatur oleh norma-norma budaya. Gender bukanlah entitas esensial yang melekat pada tubuh, melainkan hasil dari performativitas yang terus-menerus membentuk dan direproduksi oleh masyarakat.

Dengan demikian, gender performativity menghapus batas antara “alami” dan “konstruksi sosial”. Tubuh bukanlah kanvas pasif, melainkan arena di mana kekuasaan, bahasa, dan hasrat saling berinteraksi. Pemikiran ini tidak hanya menggugat struktur patriarkal, tetapi juga membuka ruang bagi pluralitas identitas yang tidak tunduk pada norma biner laki-laki/perempuan.

Precarious Life (Kehidupan Rawan)

Dalam karya Precarious Life: The Powers of Mourning and Violence (2004), Butler memperluas gagasannya dari teori gender menuju filsafat politik dan etika. Ia menyoroti bagaimana sistem sosial menentukan siapa yang dianggap “berharga untuk hidup” dan siapa yang tidak.

Butler mengatakan dalam bukunya:

We are, as social beings, fundamentally dependent on others, and that dependency exposes us to the possibility of violence and loss. (Precarious Life, 2004, hlm. 29)

Kutipan ini menekankan kerentanan (precarity) sebagai kondisi dasar eksistensi manusia. Manusia tidak otonom, melainkan selalu terbentuk dalam relasi sosial yang membuka kemungkinan penderitaan.

Orang lain juga membaca :  Empedocles

Pemikiran ini menggugat politik eksklusi yang mendefinisikan kehidupan “layak” dan “tidak layak”. Bagi Butler, etika sejati muncul ketika manusia menyadari keterhubungan dan kerentanannya terhadap yang lain. Dari sini, lahir etika tanggung jawab yang tidak dibangun atas dasar hukum moral universal, tetapi atas kesadaran akan saling keterikatan eksistensial.

Dalam Konteks Lain

Filsafat Etika dan Politik

Dalam konteks etika dan politik, Butler menggabungkan filsafat kontinental dengan teori sosial kritis. Ia menolak individualisme liberal yang menempatkan subjek sebagai entitas otonom. Bagi Butler, subjek selalu terbentuk dalam jaringan kekuasaan dan bahasa yang tidak netral.

Butler mengatakan dalam Giving an Account of Oneself:

One’s story about oneself is always a story told to another, and this relationality is the condition of both ethics and responsibility. (Giving an Account of Oneself, 2005, hlm. 22)

Kutipan ini menegaskan bahwa tanggung jawab moral tidak lahir dari kemandirian, tetapi dari keterbukaan terhadap yang lain. Etika bukan hasil rasionalitas tertutup, melainkan pengakuan atas keterbatasan diri.

Butler mengaitkan pandangan ini dengan perjuangan sosial kontemporer. Dalam dunia yang ditandai oleh ketidakadilan sistemik, pengakuan terhadap precarity menjadi dasar solidaritas universal. Dengan demikian, filsafat Butler melampaui teori gender dan menjadi landasan bagi politik emansipasi yang humanistik dan reflektif.

Kesimpulan

Judith Butler telah merevolusi cara berpikir tentang identitas, tubuh, dan kekuasaan. Melalui konsep gender performativity dan precarious life, ia menyingkap bagaimana norma sosial membentuk dan membatasi kehidupan manusia. Pemikirannya menuntut pembacaan ulang terhadap moralitas, kebebasan, dan relasi antarmanusia. Butler mengajarkan bahwa filsafat tidak hanya mencari kebenaran, tetapi juga membebaskan manusia dari struktur yang menindasnya.

FAQ

Apa kontribusi Butler terhadap teori etika?

Butler menekankan etika relasional yang berakar pada kesadaran akan kerentanan dan keterhubungan antar manusia.

Mengapa Butler penting dalam filsafat kontemporer?

Karena ia berhasil memperluas wacana filsafat menuju isu sosial, politik, dan eksistensial dengan pendekatan yang kritis dan reflektif.

Referensi

  • Butler, J. (1990). Gender Trouble: Feminism and the Subversion of Identity. Routledge.
  • Butler, J. (1993). Bodies That Matter: On the Discursive Limits of Sex. Routledge.
  • Butler, J. (2004). Precarious Life: The Powers of Mourning and Violence. Verso.
  • Butler, J. (2005). Giving an Account of Oneself. Fordham University Press.
  • Foucault, M. (1978). The History of Sexuality, Vol. 1. Pantheon Books.
  • Fraser, N. (1997). Justice Interruptus: Critical Reflections on the “Postsocialist” Condition. Routledge.

Dukung berbagai Project Raymond Kelvin Nando kedepannya


Citation


Previous Article

Slavoj Žižek

Next Article

Eko-Sosialisme