Raymond Kelvin Nando, Pontianak — Ibn Bājja, yang lebih dikenal di Barat sebagai Avempace, adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter Muslim dari Andalusia pada abad ke-12. Ia dianggap sebagai filsuf perintis dalam tradisi Islam Barat (al-Andalus), sekaligus tokoh penting dalam menghubungkan filsafat Aristoteles dan Neoplatonisme dengan pemikiran Islam. Pemikirannya tentang jiwa, kebahagiaan, dan politik banyak memengaruhi filsuf sesudahnya, termasuk Ibn Ṭufayl, Ibn Rushd (Averroes), hingga Thomas Aquinas di Eropa.
Daftar Isi
Biografi Ibn Bājja (Avempace)
Ibn Bājja lahir sekitar tahun 1085 di Zaragoza, sebuah kota penting di wilayah al-Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad ibn Yahya ibn al-Sa’igh, dan ia dikenal dengan sebutan Avempace dalam tradisi Latin abad pertengahan.
Sejak muda ia menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam berbagai bidang: filsafat, kedokteran, astronomi, matematika, musik, dan puisi. Ia hidup pada masa transisi politik di Andalusia, ketika kerajaan-kerajaan kecil (taifa) jatuh di bawah kekuasaan Almoravid dan Almohad.
Kariernya cukup beragam: ia pernah bekerja sebagai tabib istana dan penasihat politik, namun juga mengalami konflik dengan penguasa, yang membuatnya harus berpindah-pindah kota.
Selain sebagai praktisi ilmu, Ibn Bājja menulis karya-karya filsafat penting, seperti Tadbīr al-Mutawaḥḥid (Tata Hidup Sang Soliter), Kitāb al-Nafs (Buku Jiwa), dan komentar atas karya Aristoteles. Karyanya kelak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani, menjadikannya penghubung intelektual antara dunia Islam dan Eropa.
Ia meninggal pada tahun 1138 di Fès, Maroko, kemungkinan karena diracun, meski hal ini masih diperdebatkan oleh sejarawan.
Konsep-Konsep Utama
Tadbīr al-Mutawaḥḥid Tata Hidup Sang Soliter
Ibn Bājja menulis dalam Tadbīr al-Mutawaḥḥid:
“السعادة هي اتصال العقل الإنساني بالعقل الفعّال” — “Kebahagiaan adalah persatuan akal manusia dengan Akal Aktif.” (Tadbīr al-Mutawaḥḥid, 12th c., hlm. 112)
Bagi Ibn Bājja, tujuan hidup filsuf adalah mencapai kebahagiaan tertinggi melalui kontemplasi rasional dan penyatuan dengan Akal Aktif (sebuah konsep Neoplatonis-Aristotelian).
Karena masyarakat sering kali korup dan penuh keburukan, filsuf sejati perlu hidup sebagai al-mutawaḥḥid (sang soliter). Hidup soliter bukan berarti meninggalkan dunia, melainkan mengatur diri agar tidak terikat oleh kerusakan moral masyarakat.
Kitāb al-Nafs Filsafat Jiwa
Dalam Kitāb al-Nafs, Ibn Bājja menguraikan struktur jiwa manusia dengan mengikuti Aristoteles, tetapi memberikan penafsiran Neoplatonis.
Ia menulis:
“النفس الإنسانية تتدرج من الحس إلى العقل، حتى تصل إلى الكمال باتصالها بالعقل الفعّال” — “Jiwa manusia bertahap dari indera menuju akal, hingga mencapai kesempurnaan dengan bersatu pada Akal Aktif.” (Kitāb al-Nafs, 12th c., hlm. 87)
Menurutnya, jiwa memiliki jenjang: dari jiwa vegetatif, jiwa hewani, hingga jiwa rasional. Kesempurnaan jiwa hanya dapat dicapai melalui pengetahuan filosofis dan keterhubungan dengan prinsip intelektual yang lebih tinggi.
Dalam Konteks Lain
Filsafat Politik
Ibn Bājja melihat politik sebagai sarana untuk mencapai kehidupan baik. Namun, ketika kondisi politik korup, filsuf harus menjaga integritas moralnya melalui kehidupan soliter.
Hal ini berbeda dari pandangan al-Fārābī, yang menekankan pentingnya negara utama (al-madīna al-fāḍila). Ibn Bājja lebih realistis, dengan menekankan strategi individual dalam menjaga filsafat di tengah masyarakat yang rusak.
Filsafat Ilmu dan Kosmologi
Sebagai seorang ilmuwan, Ibn Bājja memberikan kontribusi penting dalam astronomi dan ilmu alam. Ia menekankan metode observasi dan rasionalitas dalam memahami fenomena. Pandangan kosmologinya mengikuti Aristoteles, tetapi dipadukan dengan teori emanasi Neoplatonis.
Ia berpendapat bahwa alam semesta tersusun secara hierarkis, dengan Akal Aktif sebagai penghubung antara manusia dan realitas kosmik.
Kesimpulan
Ibn Bājja (Avempace) menegaskan bahwa kebahagiaan sejati adalah penyatuan jiwa dengan Akal Aktif, dicapai melalui filsafat dan kontemplasi. Ia memperkenalkan konsep soliter filsuf sebagai strategi untuk menjaga integritas dalam masyarakat yang rusak. Sebagai penghubung antara filsafat Yunani, Islam, dan tradisi Latin, ia menjadi tokoh kunci dalam sejarah filsafat abad pertengahan.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Apa karya utama Ibn Bājja?
Karya utamanya adalah Tadbīr al-Mutawaḥḥid (Tata Hidup Sang Soliter), yang membahas kebahagiaan filsuf.
Mengapa ia disebut Avempace di Barat?
Nama Avempace adalah latinisasi dari Ibn Bājja yang digunakan oleh penerjemah Latin abad pertengahan.
Apa kontribusinya bagi filsafat?
Ia mengembangkan filsafat jiwa dan konsep filsuf soliter, serta menjadi jembatan penting bagi perkembangan filsafat Islam dan skolastik Eropa.
Referensi
- Ibn Bājja. (1946). Tadbīr al-Mutawaḥḥid. Edited by M. Fakhry. Beirut: Dar al-Fikr.
- Ibn Bājja. (1983). Kitāb al-Nafs. Edited by M. Cruz Hernández. Madrid: CSIC.
- Fakhry, M. (2002). A History of Islamic Philosophy. New York: Columbia University Press.
- Goodman, L. E. (1972). Ibn Bājja: The Governance of the Solitary. Milwaukee: Marquette University Press.
- Butterworth, C. E. (1992). The Political Aspects of Islamic Philosophy: Essays in Honor of Muhsin Mahdi. Cambridge: Harvard University Press.
- Davidson, H. A. (1992). Alfarabi, Avicenna, and Averroes on Intellect. Oxford: Oxford University Press.