Raymond Kelvin Nando, Pontianak — Hugo Grotius adalah seorang filsuf dan ahli hukum Belanda yang dikenal sebagai peletak dasar hukum alam modern dan hukum internasional. Ia menekankan bahwa hukum memiliki kekuatan yang berdiri di atas otoritas agama maupun negara, dan berlandaskan pada rasionalitas manusia. Pemikirannya membuka jalan bagi perkembangan teori kontrak sosial, kedaulatan, dan etika politik modern.
Daftar Isi
Biografi Hugo Grotius
Hugo Grotius (Huig de Groot) lahir pada 10 April 1583 di Delft, Belanda, dari keluarga terpandang yang dekat dengan tradisi intelektual dan politik. Dari usia muda, Grotius menunjukkan bakat luar biasa. Pada usia 11 tahun, ia sudah masuk Universitas Leiden dan mempelajari filsafat, hukum, dan sastra klasik.
Pada usia 15 tahun, Grotius ikut serta dalam rombongan diplomatik Johan van Oldenbarnevelt ke Prancis, di mana ia diperkenalkan kepada Raja Henri IV. Di Paris, reputasinya sebagai prodigy membuatnya disebut sebagai “the miracle of Holland”.
Grotius kemudian menempati posisi penting dalam politik Republik Belanda sebagai advokat dan penasihat negara. Namun, ia terjebak dalam konflik politik dan teologis antara kaum Remonstran dan Kontra-Remonstran. Pada 1619, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di Loevestein.
Dalam penjara, ia menulis karya pentingnya, De Jure Belli ac Pacis (1625), yang meletakkan fondasi hukum internasional. Ia berhasil melarikan diri pada 1621 dengan bantuan istrinya, Maria van Reigersberch, yang menyembunyikannya dalam sebuah peti buku.
Grotius kemudian hidup dalam pengasingan di Prancis dan Jerman, terus menulis karya hukum, teologi, dan filsafat. Ia meninggal pada 28 Agustus 1645 di Rostock, Jerman, dalam perjalanan pulang ke Belanda.
Konsep-Konsep Utama
Jus Naturale (Hukum Alam)
Grotius menulis dalam De Jure Belli ac Pacis:
“Et haec quidem quae diximus, locum haberent, etiam si daremus, quod sine summo scelere dari nequit, Deum non esse.” — “Hal-hal yang telah kami katakan akan tetap berlaku, bahkan seandainya kita mengakui — sesuatu yang tak boleh diakui tanpa dosa terbesar — bahwa Tuhan tidak ada.” (De Jure Belli ac Pacis, 1625, Prolegomena, hlm. 11)
Bagi Grotius, hukum alam (jus naturale) adalah seperangkat prinsip rasional yang berlaku universal dan independen dari wahyu ilahi. Hukum ini lahir dari rasionalitas manusia dan mengatur hubungan antarindividu serta antarbangsa.
Pandangan ini revolusioner, karena ia memisahkan dasar hukum dari otoritas agama, dan menjadikannya rasional, universal, serta dapat diterapkan lintas budaya.
Jus Gentium (Hukum Bangsa-Bangsa)
Dalam karyanya, Grotius juga menekankan konsep jus gentium sebagai hukum yang mengatur hubungan antarnegara.
Ia menulis:
“Jus gentium est id quod gentes humanae inter se observant.” — “Hukum bangsa-bangsa adalah apa yang bangsa-bangsa manusia pelihara di antara mereka.” (De Jure Belli ac Pacis, 1625, hlm. 45)
Di sini, Grotius merumuskan fondasi hukum internasional, yang mengatur perang, perdamaian, dan perjanjian antarbangsa. Ia meyakini bahwa hukum internasional lahir dari kebiasaan universal bangsa-bangsa, yang diperkuat oleh prinsip rasional hukum alam.
Mare Liberum (Laut Bebas)
Dalam risalah Mare Liberum (1609), Grotius menulis:
“Mare liberum esse cuique gentium navigationi.” — “Laut adalah bebas untuk navigasi semua bangsa.” (Mare Liberum, 1609, hlm. 2)
Dengan gagasan ini, ia menolak monopoli perdagangan laut oleh satu bangsa tertentu. Pandangannya menegaskan bahwa laut adalah milik bersama umat manusia dan harus tetap terbuka untuk kebebasan navigasi dan perdagangan.
Pemikiran ini menjadi dasar hukum laut internasional modern, yang kemudian berkembang dalam Konvensi Hukum Laut PBB.
Dalam Konteks Lain
Filsafat Politik
Grotius juga berbicara tentang negara dan kedaulatan. Baginya, negara lahir dari kontrak sosial untuk menjaga perdamaian dan ketertiban. Walaupun penguasa memiliki kewenangan luas, kekuasaannya tetap dibatasi oleh hukum alam dan kewajiban moral.
Ia menekankan bahwa kedaulatan negara bukanlah absolut, tetapi tunduk pada hukum universal. Pandangan ini memengaruhi pemikir politik setelahnya, termasuk Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau.
Filsafat Etika dan Teologi Rasional
Selain hukum, Grotius menekankan pentingnya rasionalitas moral dalam agama. Dalam karyanya De Veritate Religionis Christianae, ia mencoba membela agama Kristen dengan argumen rasional, bukan hanya wahyu.
Ia menulis:
“Religio Christiana vera est, quia rationi consentanea est.” — “Agama Kristen adalah benar karena sejalan dengan akal.” (De Veritate Religionis Christianae, 1627, hlm. 5)
Dengan demikian, Grotius berusaha menyatukan iman dengan rasionalitas, menjembatani teologi dengan filsafat hukum alam.
Kesimpulan
Hugo Grotius adalah pelopor hukum alam modern dan bapak hukum internasional. Ia menegaskan bahwa hukum memiliki dasar rasional dan universal, tidak bergantung pada agama atau kekuasaan negara. Pemikirannya tentang hukum alam, hukum bangsa-bangsa, dan laut bebas terus menjadi fondasi dalam filsafat hukum dan hubungan internasional hingga masa kini.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Apa kontribusi utama Hugo Grotius?
Ia meletakkan dasar hukum alam modern dan hukum internasional, khususnya melalui karyanya De Jure Belli ac Pacis.
Apa arti konsep Mare Liberum?
Mare Liberum berarti laut bebas, yaitu gagasan bahwa laut adalah milik bersama umat manusia dan terbuka untuk navigasi semua bangsa.
Mengapa Grotius disebut bapak hukum internasional?
Karena ia menyusun teori hukum universal yang mengatur hubungan antarnegara, perang, dan perdamaian, yang menjadi dasar hukum internasional modern.
Referensi
- Grotius, H. (1609). Mare Liberum. Leiden: Elzevir.
- Grotius, H. (1625). De Jure Belli ac Pacis. Paris: Buon.
- Grotius, H. (1627). De Veritate Religionis Christianae. Leiden: Elzevir.
- Tuck, R. (1999). The Rights of War and Peace: Political Thought and the International Order from Grotius to Kant. Oxford: Oxford University Press.
- Haakonssen, K. (1985). Natural Law and Moral Philosophy: From Grotius to the Scottish Enlightenment. Cambridge: Cambridge University Press.
- Nussbaum, A. (1958). A Concise History of the Law of Nations. New York: Macmillan.