Raymond Kelvin Nando, Pontianak — Francisco Suárez adalah filsuf dan teolog skolastik Spanyol abad ke-16 dan 17 yang dikenal sebagai salah satu perwakilan utama School of Salamanca. Ia berkontribusi besar pada metafisika, hukum alam, dan teori politik, serta menempati posisi penting dalam transisi dari skolastisisme abad pertengahan ke filsafat modern.
Daftar Isi
Biografi Francisco Suárez
Francisco Suárez lahir pada tahun 1548 di Granada, Spanyol, dalam keluarga sederhana. Sejak awal ia menunjukkan bakat akademik yang luar biasa, sehingga diterima di University of Salamanca, pusat intelektual Eropa pada zamannya. Di sana, ia mendalami teologi skolastik dan filsafat Aristotelian yang dipadukan dengan tradisi Kristen.
Suárez bergabung dengan Serikat Yesus (Jesuit) pada tahun 1564 dan ditahbiskan sebagai imam pada 1572. Sebagai anggota Jesuit, ia tidak hanya berkomitmen pada kehidupan religius tetapi juga pada pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat.
Karier akademiknya membawanya mengajar di beberapa universitas terkemuka, termasuk University of Salamanca, University of Coimbra di Portugal, dan University of Rome. Di Coimbra, ia menulis sebagian besar karya pentingnya, termasuk Disputationes Metaphysicae (1597) yang menjadikannya salah satu filsuf paling berpengaruh di Eropa.
Pemikirannya tersebar luas berkat karya-karya yang dicetak secara luas, sehingga memengaruhi filsafat Katolik, hukum internasional, hingga pemikiran politik modern. Karyanya juga diterjemahkan ke berbagai bahasa dan menjadi bahan ajar resmi di universitas-universitas Katolik.
Suárez wafat pada tahun 1617 di Lisbon. Meski kehidupannya didedikasikan pada dunia religius, warisan intelektualnya menembus batas gereja dan memberi pengaruh pada tokoh-tokoh seperti Hugo Grotius, Leibniz, hingga Heidegger.
Konsep-Konsep Utama
Disputationes Metaphysicae
Dalam Disputationes Metaphysicae, Suárez mengembangkan sistem metafisika yang komprehensif, mencoba menjembatani antara Aristotelianisme dan pandangan skolastik. Ia mendefinisikan metafisika sebagai studi tentang ens inquantum ens (ada sejauh ia ada).
Suárez menulis:
“Metaphysica est scientia entis inquantum ens, et proprietatum eius essentialium.” (Disputationes Metaphysicae, 1597)
Suárez menjelaskan bahwa metafisika adalah ilmu tentang keberadaan sejauh ia ada, beserta sifat-sifat esensialnya. Dengan ini, ia menegaskan kembali peran metafisika sebagai ilmu dasar filsafat.
Conceptus Entis
Suárez menekankan konsep keberadaan (conceptus entis) sebagai gagasan yang paling universal dan abstrak. Menurutnya, ide tentang “ada” tidak dapat direduksi lebih lanjut, tetapi menjadi dasar bagi semua pemikiran filosofis.
Suárez menulis:
“Conceptus entis est primus et simplicissimus, et nulli alteri generi subici potest.” (Disputationes Metaphysicae, 1597)
Suárez menjelaskan bahwa konsep keberadaan adalah yang paling pertama dan sederhana, tidak dapat direduksi atau diklasifikasikan ke dalam kategori lain.
Hukum Alam dan Hukum Positif
Dalam teori hukum, Suárez membedakan antara hukum alam (lex naturalis) yang bersifat universal dan hukum positif (lex positiva) yang ditetapkan oleh manusia. Ia menegaskan bahwa hukum alam berasal dari akal Tuhan dan dapat diketahui oleh akal manusia.
Suárez menulis:
“Lex naturalis nihil aliud est quam lumen intellectus nobis a Deo insitum.” (De Legibus ac Deo Legislatore, 1612)
Suárez menjelaskan bahwa hukum alam adalah cahaya akal yang ditanamkan Tuhan dalam diri manusia. Dengan ini, ia menekankan sifat rasional dan ilahi hukum alam.
Teori Kedaulatan
Suárez menolak absolutisme politik dan menyatakan bahwa otoritas politik berasal dari rakyat, meskipun diberikan oleh Tuhan. Pemerintah tidak berdaulat secara mutlak, melainkan memerintah berdasarkan mandat rakyat.
Suárez menulis:
“Potestas politica a communitate immediate provenit.” (Defensio Fidei Catholicae, 1613)
Suárez menjelaskan bahwa kekuasaan politik secara langsung berasal dari komunitas. Ini menjadi salah satu dasar teoritis bagi pemikiran demokrasi modern.
Hubungan antara Teologi dan Filsafat
Suárez berusaha menyeimbangkan antara iman dan akal. Bagi dia, filsafat menyediakan kerangka rasional untuk memahami realitas, sementara teologi memperluasnya dengan wahyu ilahi.
Suárez menulis:
“Theologia et philosophia non sunt adversae, sed se mutuo perficiunt.” (Disputationes Metaphysicae, 1597)
Suárez menjelaskan bahwa filsafat dan teologi tidak saling bertentangan, melainkan saling menyempurnakan.
Pengaruh terhadap Hukum Internasional
Pemikiran Suárez tentang hukum alam memengaruhi Hugo Grotius, yang sering dianggap sebagai bapak hukum internasional. Prinsip rasionalitas hukum alam Suárez memberi dasar bagi aturan hukum antarbangsa.
Grotius menulis:
“Jus naturale est dictatum rectae rationis.” (De Jure Belli ac Pacis, 1625)
Grotius menjelaskan bahwa hukum alam adalah perintah akal budi yang benar, sebuah konsep yang selaras dengan ajaran Suárez.
Kritik terhadap Nominalisme
Suárez menolak nominalisme ekstrem yang menolak realitas universal. Ia mempertahankan pandangan bahwa universal memiliki dasar nyata dalam hal-hal partikular, meskipun tidak eksis secara independen.
Suárez menulis:
“Universalia non sunt entia realia separata, sed fundantur in rebus particularibus.” (Disputationes Metaphysicae, 1597)
Suárez menjelaskan bahwa universal tidak eksis secara terpisah, tetapi memiliki dasar nyata dalam realitas partikular.
Dalam Konteks Lain
Hubungan dengan Thomas Aquinas
Thomas Aquinas menulis:
“Lex naturalis nihil aliud est quam participatio legis aeternae in rationali creatura.” (Summa Theologica, I-II, q. 91)
Aquinas menjelaskan bahwa hukum alam adalah partisipasi makhluk rasional dalam hukum kekal. Pemikiran ini menjadi fondasi yang dikembangkan lebih lanjut oleh Suárez.
Hubungan dengan Hugo Grotius
Hugo Grotius menulis:
“Et si daremus Deum non esse, jus tamen naturale maneret.” (De Jure Belli ac Pacis, 1625)
Grotius menjelaskan bahwa hukum alam akan tetap ada meskipun kita mengandaikan bahwa Tuhan tidak ada. Pernyataan radikal ini hanya mungkin setelah fondasi hukum alam diperkuat oleh Suárez.
Hubungan dengan Leibniz
Leibniz menulis:
“Nihil est sine ratione.” (Monadologia, 1714)
Leibniz menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu pun tanpa alasan. Prinsip rasional ini sejalan dengan pendekatan metafisika Suárez yang menekankan dasar-dasar rasional keberadaan.
Hubungan dengan Heidegger
Heidegger menulis:
“Die Metaphysik des Suarez ist ein Übergang von Scholastik zur Neuzeit.” (Sein und Zeit, 1927)
Heidegger menjelaskan bahwa metafisika Suárez adalah transisi dari skolastik ke modernitas, menegaskan peran penting Suárez dalam sejarah filsafat.
Kesimpulan
Francisco Suárez adalah filsuf dan teolog skolastik yang menjembatani dunia abad pertengahan dan modern. Melalui karya-karyanya tentang metafisika, hukum alam, dan teori politik, ia menegaskan peran akal budi dalam memahami hukum ilahi dan tata sosial. Pemikirannya memengaruhi perkembangan hukum internasional, filsafat politik modern, dan metafisika kontemporer.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Apa karya paling terkenal Francisco Suárez?
Disputationes Metaphysicae (1597), yang menjadi dasar pengaruhnya dalam metafisika.
Bagaimana Suárez memengaruhi hukum internasional?
Ia menekankan hukum alam yang rasional, yang kemudian diadaptasi oleh Hugo Grotius.
Apa sikap Suárez terhadap kekuasaan politik?
Ia menolak absolutisme dan menyatakan bahwa kekuasaan berasal dari komunitas.
Referensi
- Aquinas, T. (1274). Summa Theologica. Roma: Biblioteca Apostolica Vaticana.
- Grotius, H. (1625). De Jure Belli ac Pacis. Paris: Nicolas Buon.
- Heidegger, M. (1927). Sein und Zeit. Tübingen: Niemeyer.
- Leibniz, G. W. (1714). Monadologia. Hannover: Schmorl und von Seefeld.
- Suárez, F. (1597). Disputationes Metaphysicae. Salamanca: Ildefonso de Terranova.
- Suárez, F. (1612). De Legibus ac Deo Legislatore. Coimbra: Collegium Conimbricense Societatis Iesu.
- Suárez, F. (1613). Defensio Fidei Catholicae. Coimbra: Collegium Conimbricense Societatis Iesu.