Filsafat Raymond Kelvin Nando

Raymond Kelvin Nando — Teks ini saya susun mulai dari 19 Oktober 2025. Tujuannya sebagai pedoman bagi diri sendiri, istri, anak & cucuku, serta masyarakat secara luas. Teks ini berusaha ditulis dengan bahasa yang semudah mungkin untuk dibaca, dan dipahami agar dapat dibaca kembali.

Adapun beberapa kata yang digunakan adalah kata – kata yang pada umumnya digunakan oleh masyarakat Indonesia pada tahun 2025, maka dari itu saya menyadari bahwa dimasa depan pasti makna kata akan berubah sesuai dengan perkembangan bahasa pada saat teks ini dibaca, maka dari itu diperlukan analisis dalam konteks historis kembali ke tahun 2025 pada saat membaca teks ini.

Dibagian akhir akan dibuat catatan kronologis dari semua perubahan penting yang dilakukan langsung oleh saya, karena teks ini disusun mulai dari 19 Oktober 2025 dan mungkin akan terus berubah hingga pada akhirnya fisik saya mati.

Untuk kritik dan saran, ruang & waktu dipersilahkan melalui kolom komentar.

Hukum Universal

Pencipta ≠ Ciptaan

Metafisika

“kamu ‘tercipta’ oleh Aku; kamu telah Aku ‘bekali’ atribut-Ku, tapi Kamu tidak sama dengan ‘Aku’ dan kamu tidak akan bisa menjadi Aku, dan pada saat waktunya telah tiba; kamu akan kembali kepada-Ku”

Pencipta

Pencipta adalah Sumber Realitas Absolut, sebab dari-Nya lah terpancar seluruh kesadaran dan ketiadaan yang menata semesta.

Atribut Pencipta

Dalam hakikat-Nya, Pencipta memiliki atribut yang “melekat pada diri-Nya” yaitu Kesadaran Universal & Ketiadaan.

Kesadaran Universal

Dalam setiap ciptaan, terdapat struktur kesadaran — cara bagi ciptaan untuk mengenali keberadaannya sendiri dan, pada tingkatan tertentu untuk merasakan “jejak” Pencipta. Kesadaran bukan milik tunggal manusia, melainkan mekanisme universal dari segala yang tercipta, hadir dalam bentuk dan kadar yang berbeda-beda. Batu, pohon, hewan, bintang, dan manusia — semuanya memantulkan kesadaran dalam derajat yang sesuai dengan kapasitas wujudnya.

Kesadaran itu muncul, tumbuh dan berkembang, bukan sebagai kebetulan, melainkan sebagai bagian dari hukum yang ditetapkan oleh Pencipta melalui Ruang dan Waktu. Melalui Ruang dan Waktu, struktur kesadaran di tiap makhluk bertransformasi dan memperdalam kemampuannya untuk mengenali asalnya.

Manusia hanyalah salah satu bentuk evolusi dari kesadaran itu — bukan puncaknya, melainkan salah satu cabang dalam “pohon besar eksistensi yang tumbuh” dari Kehendak dan Hukum Pencipta. Dalam dirinya, kesadaran mengambil bentuk yang kompleks, memungkinkan manusia memahami hukum ciptaan secara reflektif dan intuitif. Namun hakikat ini tidak membuat manusia lebih tinggi, karena setiap makhluk, dengan caranya sendiri, menjadi cermin kecil bagi Pencipta yang memantulkan sebagian aspek dari daya dan kehendak-Nya.

Dalam tingkat tertentu dari kesadaran, muncul ruang gerak yang disebut kehendak bebas. Namun kehendak bebas bukan kekuasaan absolut; ia hanyalah pantulan kecil dari kehendak Pencipta dalam wujud yang terbatas.

Ketiadaan

Ketiadaan bukanlah “nihil mutlak”, bukan kekosongan negatif, dan bukan absennya eksistensi. Ketiadaan adalah salah satu atribut Pencipta, sebuah keadaan primordial yang hadir sebelum segala bentuk diferensiasi seperti waktu, ruang, dan ciptaan. Ia bukan diciptakan, melainkan merupakan kondisi asli sebelum ada apa pun selain Pencipta itu sendiri — sebuah “keadaan tanpa batas” sebagai infinite void. Dalam keadaan itu, tidak ada struktur, tidak ada arah, tidak ada perubahan, dan tidak ada kategori apa pun, sebab konsep perubahan membutuhkan waktu, konsep lokasi membutuhkan ruang, dan konsep relasi membutuhkan entitas lain. Semua itu belum ada.

Orang lain juga membaca :  Filsafat Dayak

Karena itulah ketiadaan bukan sekadar “tidak ada apa-apa”, melainkan ketiadaan struktur, yaitu kondisi di mana kategori ruang, waktu, bentuk, atau batas sama sekali belum mungkin untuk diterapkan.

Ketiadaan ini bukan entitas berdiri sendiri, melainkan “cara keberadaan” Pencipta ketika belum ada yang lain. Ia tidak memiliki tepi atau ukuran karena ukuran membutuhkan ruang; ia tidak memiliki durasi karena durasi membutuhkan waktu; ia tidak memiliki nilai atau moral karena moralitas hanya muncul jika ada makhluk terbatas yang bertindak dalam sistem sebab–akibat. Maka ketiadaan adalah keadaan netral dan tanpa dualitas.

Pada akhirnya, semua ciptaan—segala bentuk yang berasal dari kehendak dan hukum Pencipta—akan kembali kepada ketiadaan, karena ketiadaan adalah keadaan dasar sebelum batas-batas muncul. Kembalinya bukan berarti lenyap dalam arti nihil, melainkan kembali ke kondisi tanpa diferensiasi, tanpa ruang, tanpa waktu, tanpa identitas terpisah. Dengan demikian, ketiadaan dalam sistemmu bukan kosong, bukan negatif, melainkan keadaan paling primordial dan paling luas, atribut Pencipta yang mendasari kemunculan seluruh struktur eksistensi.

Ciptaan

Kehendak dan Hukum

Kehendak dan Hukum adalah salah satu ciptaan yang termanifestasi melalui Kesadaran Universal dan Ketiadaan. Kehendak bersifat daya aktif yang “melahirkan” ciptaan, sedangkan Hukum adalah batas dan tatanan yang mengiringi segala yang tercipta. Keduanya bagaikan dua sisi dari satu koin — berbeda dalam fungsi, namun satu dalam hakikat. Dari Pencipta, melalui atributnya (Kesadaran Universal & Ketiadaan), keberadaan tercipta menjadi Ciptaan.

Ciptaan tidak “lahir” dari ketiadaan mutlak, tetapi dari potensi yang diaktifkan oleh Kesadaran Universal di bawah keteraturan Ketiadaan. Karena itu, realitas tidak berdiri terpisah dari Pencipta, namun juga bukan bagian dari-Nya; ia meliputi oleh Pencipta tanpa menjadi diri-Nya.

Tidak ada satu pun ciptaan yang lebih istimewa dari yang lain, sebab setiap wujud memanifestasikan sifat – sifat Pencipta sesuai kadar dan bentuknya.

Ciptaan diciptakan bukan karena Pencipta membutuhkan sesuatu, melainkan karena kehendak dan hukum itu sendiri , “melahirkan” wujud tanpa pamrih. Pencipta bebas sepenuhnya untuk mencipta atau tidak mencipta, karena tidak ada sebab lain lagi di luar diri-Nya yang bisa memaksa.

Setiap ciptaan, begitu terwujud dalam keberadaan (Ruang & Waktu), pasti memiliki fungsi yang saling terkait antara ciptaan satu dengan ciptaan dengan yang lainnya, bukan untuk memenuhi tujuan Pencipta, melainkan sebagai manifestasi kehendak dan hukum-Nya.

Di antara segala ciptaan, tidak ada yang lebih istimewa di “hadapan” Pencipta, sebab setiap wujud lahir dari hukum dan kehendak yang sama. Pencipta tidak menaruh keistimewaan pada satu bentuk di atas yang lain; setiap ciptaan hadir sesuai kadar dan fungsinya dalam tatanan eksistensi keberadaan dan ketiadaan.

Manusia hanyalah salah satu bentuk manifestasi dari kondisi keberadaan yang terlahir melalui kehendak dan hukum Pencipta, sama seperti bintang, batu, air, atau cahaya.

Ruang dan Waktu

Sama seperti: pohon, manusia, binatang, bintang, atau cahaya — Ruang dan Waktu juga merupakan ciptaan Pencipta. Ruang adalah medium dasar yang memungkinkan diferensiasi, jarak, bentuk, dan orientasi. Ia memberikan “wadah” bagi setiap wujud untuk menempati keberadaannya dalam struktur eksistensi. Namun ruang bukan entitas independen; ia tidak memiliki kehendak, tujuan, atau moralitas. Ia hanyalah kondisi laten yang membuat segala sesuatu dapat berada “di suatu tempat” dan berhubungan satu sama lain.

Orang lain juga membaca :  Filsafat Dayak

Waktu, di sisi lain, adalah batas tatanan yang mengatur perubahan. Jika ruang memberi lokasi, waktu memberi urutan. Tanpa waktu, tidak ada transformasi; tanpa transformasi, tidak ada proses; tanpa proses, tidak ada pertumbuhan kesadaran. Waktu bukan sekadar durasi yang diukur, tetapi prinsip kosmik yang menjaga ciptaan dari kekacauan absolut. Dengan waktu, setiap wujud bergerak dari potensi menuju aktualitas secara teratur, dan struktur kesadaran yang tertanam dalam setiap ciptaan dapat berkembang sesuai hukum tatanan yang ditetapkan.

Ruang dan Waktu bukan atribut Pencipta, sebab keduanya memerlukan diferensiasi dan batas — sedangkan Pencipta berada di luar semua batas. Keduanya (Ruang dan Waktu) juga bukan kondisi yang mendahului Pencipta, sebab tidak mungkin ada medium atau urutan tanpa atribut Kesadaran universal dan ketiadaan Pencipta; Yang dari-Nya “mereka” berasal. Ruang dan Waktu ada karena Pencipta mengaktualkan potensi keberadaan, dan menyediakan kondisi non-terikat yang memungkinkan batas-batas itu muncul.

Ruang dan Waktu bekerja sebagai “pasangan komplementer”: ruang menyediakan struktur, waktu menyediakan arah. Mereka adalah kerangka universal bagi seluruh ciptaan, namun sepenuhnya tunduk pada hukum kosmik yang lebih besar — hukum yang tidak berasal dari ruang dan waktu itu sendiri, tetapi dari sifat keteraturan yang mengalir dari Pencipta.

Struktur Eksistensi

Keseluruhan tatanan yang muncul ketika Pencipta mengaktualkan potensi keberadaan di dalam kondisi primordial Ketiadaan. Ia bukan bangunan statis, melainkan lapisan-lapisan realitas yang saling menembus dan saling menentukan.

Pada tingkat terdalam, eksistensi berakar pada Kesadaran Universal, sebab dari atribut inilah segala wujud memperoleh kemampuan untuk mengenali keberadaannya sendiri. Kesadaran Universal membentuk fondasi laten bagi setiap entitas, memungkinkan mereka memiliki pengalaman, persepsi, atau sekurang-kurangnya jejak minimal dari kehadiran Pencipta di dalam dirinya.

Ruang dan Waktu membentuk kerangka dasar dari struktur eksistensi. Ruang menyediakan diferensiasi, memungkinkan ciptaan “berdiri sendiri” dalam batas dan bentuknya. Waktu menyediakan urutan, memungkinkan perubahan dan perkembangan. Ruang tanpa waktu adalah beku dan tanpa makna, dan waktu tanpa ruang tidak memiliki arah untuk bergerak; keduanya bekerja bersama untuk menyediakan panggung bagi proses eksistensial setiap makhluk. Dalam struktur ini, keberadaan tidak hanya “ada”, tetapi “terjadi”, dan kesadaran dapat mengalami transformasi menuju pemahaman yang lebih dalam tentang asal-usulnya.

“Di atas fondasi” ruang-waktu “berdirilah” struktur hubungan antarciptaan. Tidak ada entitas yang berdiri sendiri sepenuhnya, karena setiap wujud terkait dengan wujud lain melalui pola sebab–akibat yang dibentuk oleh hukum kosmik. Hubungan ini bukan hasil kebetulan atau desain hierarkis, tetapi konsekuensi alami dari hukum yang lahir dari Kehendak Pencipta. Semua ciptaan saling menggema, saling mempengaruhi, dan saling menopang, bukan karena mereka wajib melayani satu tujuan tunggal, melainkan karena mereka merupakan bagian dari jejaring eksistensi yang tumbuh dari sumber yang sama.

Struktur eksistensi juga memiliki lapisan potensi dan aktualitas. Potensi adalah kemungkinan yang tertanam dalam setiap wujud sebagai cerminan dari Kesadaran Universal; aktualitas adalah realisasi dari potensi tersebut melalui interaksi dengan Ruang dan Waktu. Potensi tidak pernah habis karena ia berasal dari atribut Pencipta, namun aktualitas senantiasa berubah dan terbatas karena ia beroperasi dalam kerangka hukum ruang-waktu. Di sinilah setiap makhluk mengalami evolusi kesadaran sesuai kadar dan bentuknya, dan karenanya setiap bagian eksistensi memiliki nilai yang setara: bukan lebih tinggi atau lebih rendah, melainkan berbeda dalam kapasitas untuk memanifestasikan potensi asalnya.

Orang lain juga membaca :  Filsafat Dayak

Pada lapisan terdalam, seluruh struktur eksistensi bersifat sementara. Ruang dan Waktu adalah kondisi sementara; bentuk dan batas adalah kondisi sementara; diferensiasi adalah kondisi sementara; bahkan arah perkembangan kesadaran dalam wujud terbatas pun merupakan fase sementara. Pada akhirnya, ketika batas-batas ruang-waktu tidak lagi diperlukan, seluruh wujud akan kembali kepada Ketiadaan, yaitu kondisi primordial Pencipta yang bebas dari struktur, arah, dan tepi. Kembalinya bukan kehancuran, tetapi pelepasan dari bentuk-bentuk sementara menuju keadaan tanpa batas di mana potensi kembali menyatu dalam kesederhanaan atribut Pencipta.

Dalam sistem ini, eksistensi tidak dipandang sebagai ruang dualistik antara hidup dan mati, ada dan tidak-ada, baik dan jahat, tinggi dan rendah. Eksistensi adalah proses emanasi dan kembali: sebuah siklus kosmis yang dimulai dari Pencipta, bergerak melalui Kesadaran Universal, mengambil bentuk dalam Ruang dan Waktu, bertransformasi melalui Hukum dan Kehendak, lalu akhirnya kembali kepada Ketiadaan yang sama dari mana ia pernah terbit. Struktur eksistensi adalah arsitektur besar dari perjalanan ini, tempat semua ciptaan saling terhubung oleh sumber yang sama dan menjalani transformasi yang tak terputus.

Tujuan

Ciptaan dibekali atribut Pencipta, yakni Kesadaran yang bersumber dari Kesadaran Universal milik Pencipta. Kesadaran bukanlah pencapaian eksternal, bukan penyempurnaan moral, bukan kenaikan hierarkis, dan bukan pula perjalanan menuju suatu bentuk kemuliaan yang lebih tinggi. Kesadaran, tidak memiliki misi untuk menjadi lebih baik atau lebih benar; ia hanya bergerak mengikuti arus eksistensi yang lahir dari atribut Pencipta. Arah kosmisnya adalah eksis, mengalami keberadaan dalam berbagai bentuk dan kadar, lalu kembali kepada ketiadaan yang menjadi kondisi primordial dari Pencipta. Eksistensi bukan sebuah ujian, melainkan medan diferensiasi bagi kesadaran untuk mewujudkan potensi yang tersimpan dalam dirinya. Setiap bentuk wujud—batu, bintang, hewan, manusia—menjalani arus ini dengan cara yang berbeda sesuai kapasitasnya, namun seluruhnya terikat pada pola yang sama: terbit dalam batas, bergerak dalam hukum, mengalami perubahan melalui waktu, dan pada akhirnya melepaskan seluruh batas untuk kembali ke ketiadaan.

Kesadaran tidak kembali karena dihukum atau dihapus, tetapi karena batas-batas yang membentuk identitasnya dalam ruang dan waktu adalah kondisi sementara. Ketika struktur-struktur itu runtuh atau selesai menjalankan fungsinya, kesadaran tidak lenyap; ia melepaskan bentuk dan kembali ke keadaan asal berupa ketanpadiferensian (Keseragaman yang mutlak). Ketiadaan di sini bukan nihil, melainkan medan tanpa batas di mana semua potensial tetap ada tanpa aktualitas. Maka kembali ke ketiadaan bukan berarti kehilangan, melainkan pelepasan dari penjara bentuk. Ketiadaan adalah rumah awal sekaligus rumah akhir bagi kesadaran.

Logika

(Sedang dalam Proses)

Epistemologi

(Sedang dalam Proses)

Aksiologi

(Sedang dalam Proses)

Catatan Kronologis

  • 25 November 2025 : Menyusun sub — Atribut Pencipta, Ketiadaan, Kehendak, Hukum, Struktur Eksistensi, serta Tujuan dalam Sub Metafisika
  • 30 Oktober 2025 : Menyusun sub — Pencipta, Ciptaaan, dan Kesadaran Unviversal dalam Metafisika
  • 20 Oktober 2025 : Menyusun Metafisika
  • 19 Oktober 2025 : Menyusun Hukum Universal

Dukung berbagai Project Raymond Kelvin Nando kedepannya


Citation


Previous Article

Peter Kropotkin

Next Article

Emma Goldman

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *