Raymond Kelvin Nando, Pontianak — David Hume adalah filsuf asal Skotlandia yang dikenal sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam tradisi empirisme modern. Ia menekankan bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah pengalaman inderawi, bukan rasio semata.
Daftar Isi
Biografi David Hume
David Hume lahir pada tahun 1711 di Edinburgh, Skotlandia. Ia tumbuh dalam keluarga kelas menengah dan sejak muda menunjukkan minat yang besar terhadap filsafat dan sejarah. Sejak usia remaja, Hume sudah memutuskan untuk mendedikasikan dirinya sepenuhnya bagi studi filsafat, meskipun keluarganya lebih mendorongnya untuk menekuni bidang hukum.
Pada masa mudanya, Hume menulis karya besar pertamanya, A Treatise of Human Nature (1739–1740), yang menjadi tonggak dalam sejarah filsafat modern. Meskipun pada awalnya karya ini tidak memperoleh perhatian luas, kelak karya tersebut dianggap sebagai salah satu teks filosofis paling penting dalam tradisi empiris.
Selain berkecimpung dalam filsafat, Hume juga menulis banyak karya sejarah, termasuk The History of England yang membuatnya sangat terkenal pada zamannya. Ia diakui bukan hanya sebagai filsuf, melainkan juga sejarawan dan esais yang produktif.
Hume mengalami kesulitan dalam meniti karier akademik karena gagasannya yang dianggap kontroversial. Ajarannya sering kali ditentang oleh kalangan gereja, khususnya karena pandangannya yang skeptis terhadap agama dan mukjizat. Meskipun demikian, reputasinya di dunia intelektual semakin kuat.
Di Paris, Hume sempat menjadi sekretaris Lord Hertford dan berhubungan erat dengan kaum philosophes Prancis, termasuk Jean-Jacques Rousseau. Hubungannya dengan Rousseau kemudian memburuk, tetapi pengalaman itu memperluas jejaring intelektualnya di Eropa.
Pada akhir hayatnya, Hume dihormati sebagai seorang pemikir besar. Ia wafat pada tahun 1776 di kota kelahirannya, Edinburgh, dalam keadaan tenang dan tetap konsisten dengan pandangan filsafat skeptisnya terhadap kehidupan setelah mati.
Warisan intelektual Hume menjadikannya salah satu tokoh utama dalam filsafat Barat, khususnya dalam tradisi empirisme, skeptisisme, serta filsafat moral.
Konsep-Konsep Utama
Empirisme
Empirisme menurut Hume berangkat dari keyakinan bahwa semua pengetahuan manusia bersumber dari pengalaman inderawi. Ia membedakan antara kesan (impressions) yang kuat dan jelas dengan ide (ideas) yang merupakan salinan dari kesan tersebut.
Hume menolak pandangan rasionalis yang menekankan ide bawaan. Baginya, ide hanya mungkin ada jika berasal dari pengalaman konkret. Dengan demikian, pemikiran manusia terbatas oleh apa yang dapat ditangkap indera.
David Hume mengatakan:
“All the materials of thinking are derived either from our outward or inward sentiment: the mixture and composition of these belong alone to the mind and will.” (A Treatise of Human Nature, 1739, p. 7)
Hume menegaskan bahwa pikiran manusia bekerja dengan bahan mentah yang berasal dari pengalaman, baik eksternal melalui pancaindra maupun internal melalui refleksi batin.
Skeptisisme
Skeptisisme Hume berakar pada kesadaran akan keterbatasan akal manusia dalam mencapai kepastian mutlak. Ia meragukan klaim metafisik yang tidak dapat diverifikasi oleh pengalaman langsung.
Salah satu sumbangan terpentingnya adalah keraguan terhadap kausalitas. Menurut Hume, hubungan sebab-akibat tidak pernah dapat diamati secara langsung, melainkan hanya kebiasaan pikiran yang mengasosiasikan peristiwa berulang.
David Hume mengatakan:
“We may define a cause to be an object, followed by another, and where all the objects similar to the first are followed by objects similar to the second.” (An Enquiry concerning Human Understanding, 1748, p. 74)
Hume menunjukkan bahwa kausalitas bukanlah sesuatu yang inheren dalam realitas, melainkan konstruksi pikiran manusia berdasarkan kebiasaan mengamati peristiwa.
Filsafat Moral
Dalam filsafat moral, Hume menolak dasar moralitas pada rasio murni. Ia menekankan bahwa moralitas berpangkal pada perasaan atau sentiment. Baginya, penilaian moral tidak bersumber dari logika, melainkan dari empati dan emosi manusia.
Hume menekankan pentingnya simpati sebagai fondasi moral. Ia percaya bahwa manusia secara alami memiliki kecenderungan untuk memahami perasaan orang lain dan dari sanalah muncul nilai-nilai moral.
David Hume mengatakan:
“Morality is more properly felt than judged of.” (A Treatise of Human Nature, 1739, p. 470)
Hume menjelaskan bahwa moralitas merupakan pengalaman emosional yang dirasakan manusia, bukan semata hasil penalaran abstrak.
Kritik terhadap Agama
Hume skeptis terhadap klaim teologis yang mengandalkan mukjizat atau wahyu sebagai dasar kebenaran. Baginya, pengalaman empiris lebih dapat diandalkan dibanding kesaksian yang tidak bisa diverifikasi.
Ia mengkritik argumen teistik tentang keberadaan Tuhan, termasuk argumen dari desain. Menurut Hume, dunia memang tampak teratur, tetapi hal itu tidak berarti harus ada pencipta supranatural.
David Hume mengatakan:
“A miracle is a violation of the laws of nature; and as a firm and unalterable experience has established these laws, the proof against a miracle… is as entire as any argument from experience can possibly be imagined.” (An Enquiry concerning Human Understanding, 1748, p. 114)
Hume menegaskan bahwa klaim mukjizat selalu kalah kuat dibanding bukti konsisten yang berasal dari pengalaman tentang hukum alam.
Dalam Konteks Lain
Pengaruh pada Ilmu Pengetahuan
Pemikiran Hume memengaruhi perkembangan metode ilmiah modern, khususnya dalam menekankan observasi dan verifikasi empiris. Keraguannya terhadap kausalitas memicu refleksi baru tentang dasar pengetahuan ilmiah.
Immanuel Kant mengatakan:
“I freely admit that it was David Hume’s problem that first, many years ago, interrupted my dogmatic slumber and gave my investigations in the field of speculative philosophy quite a new direction.” (Prolegomena to Any Future Metaphysics, 1783, p. 7)
Kant menyatakan bahwa skeptisisme Hume mengguncang filsafat metafisika dan memaksanya mengembangkan filsafat kritis.
Pengaruh pada Ekonomi Politik
Hume juga menulis tentang ekonomi politik, menyoroti peran perdagangan, uang, dan keseimbangan neraca pembayaran. Pandangannya berkontribusi pada kerangka ekonomi klasik yang kelak memengaruhi Adam Smith.
David Hume mengatakan:
“Money is not, properly speaking, one of the subjects of commerce; but only the instrument which men have agreed upon to facilitate the exchange of one commodity for another.” (Essays, Moral and Political, 1752, p. 37)
Hume menegaskan bahwa uang hanyalah alat pertukaran, bukan komoditas bernilai intrinsik.
Pengaruh pada Sejarah dan Historiografi
Sebagai sejarawan, Hume menulis The History of England yang berpengaruh besar pada zamannya. Ia menekankan pentingnya melihat sejarah melalui dinamika sosial, politik, dan ekonomi, bukan sekadar melalui tokoh besar.
David Hume mengatakan:
“The rise of arts and sciences is the mark of a civilized society.” (The History of England, 1762, vol. 1, p. 112)
Hume menekankan bahwa perkembangan ilmu dan seni mencerminkan peradaban yang matang.
Pengaruh pada Filsafat Analitik dan Kontemporer
Pemikiran Hume tentang bahasa, ide, dan pengetahuan memberi dasar bagi perkembangan filsafat analitik di abad ke-20. Pandangannya tentang induksi, misalnya, tetap menjadi perdebatan penting dalam epistemologi kontemporer.
Bertrand Russell mengatakan:
“Hume’s scepticism made a profound impression upon me, and I felt that all philosophy had to be reconstructed in view of his criticisms.” (My Philosophical Development, 1959, p. 32)
Russell menegaskan bahwa skeptisisme Hume mengubah arah filsafat modern menuju kritik atas fondasi pengetahuan.
Kesimpulan
David Hume merupakan salah satu tokoh utama dalam tradisi empirisme modern, dengan kontribusi besar dalam filsafat pengetahuan, moral, skeptisisme, dan kritik terhadap agama. Warisan pemikirannya tidak hanya berpengaruh pada filsafat, tetapi juga pada perkembangan ilmu pengetahuan, historiografi, dan ekonomi politik.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Apa sumbangan terbesar David Hume dalam filsafat?
Sumbangan terbesarnya adalah analisis tentang empirisme, skeptisisme terhadap kausalitas, serta penekanan pada moralitas berbasis sentiment.
Mengapa Hume disebut sebagai filsuf skeptis?
Karena ia meragukan klaim metafisik dan menekankan keterbatasan akal manusia dalam mencapai kepastian mutlak.
Bagaimana pengaruh Hume terhadap Kant?
Hume membangunkan Kant dari “tidur dogmatis”-nya, sehingga Kant mengembangkan filsafat kritis sebagai respons terhadap skeptisisme Hume.
Referensi
- Hume, D. (1739). A Treatise of Human Nature. London: John Noon.
- Hume, D. (1748). An Enquiry concerning Human Understanding. London: A. Millar.
- Hume, D. (1752). Essays, Moral and Political. London: A. Millar.
- Hume, D. (1762). The History of England. London: A. Millar.
- Kant, I. (1783). Prolegomena to Any Future Metaphysics. Hamburg: Johann Gottlieb.
- Russell, B. (1959). My Philosophical Development. London: Allen & Unwin.
- Stroud, B. (1977). Hume. London: Routledge & Kegan Paul.
- Garrett, D. (2015). Hume. Oxford: Oxford University Press.