Raymond Kelvin Nando
  • Beranda
  • Tentang Saya
  • Resources
    • Ebooks
    • Essays
  • Ensiklopedia
    • Ensiklopedia Filsuf
    • Ensiklopedia Ideologi
    • Ensiklopedia Fallacy
    • Ensiklopedia Teologi & Kepercayaan
No Result
View All Result
Raymond Kelvin Nando
  • Beranda
  • Tentang Saya
  • Resources
    • Ebooks
    • Essays
  • Ensiklopedia
    • Ensiklopedia Filsuf
    • Ensiklopedia Ideologi
    • Ensiklopedia Fallacy
    • Ensiklopedia Teologi & Kepercayaan
No Result
View All Result
Raymond Kelvin Nando
No Result
View All Result
Home Filsuf

Duns Scotus (John Duns Scotus)

Raymond Kelvin Nando by Raymond Kelvin Nando
September 19, 2025
in Filsuf
Reading Time: 25 mins read
0

Raymond Kelvin Nando, Pontianak — Duns Scotus adalah filsuf dan teolog Skotlandia abad ke-13 yang terkenal karena pemikirannya dalam skolastik, terutama mengenai metafisika, teologi, dan etika. Ia menekankan konsep haecceitas sebagai prinsip individuasi, membahas hubungan antara iman dan akal, serta memperluas pemikiran Aristoteles dalam kerangka Katolik.

Daftar Isi

  • Biografi Duns Scotus
    • Artikel Terkait
    • John Stuart Mill
    • Joseph Butler
    • Joseph de Maistre
  • Konsep-Konsep Utama
    • Haecceitas
    • Univocitas Entis
    • Kontingensi dan Kebebasan
    • Metafisika Individu
    • Teologi dan Iman
    • Etika dan Moralitas
  • Dalam Konteks Lain
    • Dalam Filsafat Skolastik
    • Hubungan dengan Teologi Katolik
    • Etika Kontemporer
    • Logika dan Analisis Konseptual
  • Kesimpulan
  • Frequently Asked Questions (FAQ)
    • Apa konsep utama Duns Scotus?
    • Bagaimana Scotus memandang hubungan iman dan akal?
    • Apa pengaruh Scotus pada etika?
  • Referensi

Biografi Duns Scotus

Duns Scotus lahir sekitar tahun 1266 di Skotlandia, kemungkinan di Duns atau dekat Edinburgh. Ia menempuh pendidikan awal di universitas lokal sebelum melanjutkan studi di Universitas Oxford dan Universitas Paris, pusat intelektual Eropa abad pertengahan.

Di universitas, Scotus berguru pada tradisi skolastik yang menggabungkan filsafat Aristotelian dengan teologi Kristiani. Ia dikenal karena kemampuan analitis dan kedalaman logika dalam diskusi teologis.

Ia mengajar di beberapa universitas, termasuk Oxford, Paris, dan Cologne, menjadi salah satu tokoh intelektual terkemuka abad pertengahan. Murid-muridnya menyebarkan pemikirannya yang kompleks dalam metafisika dan etika.

Karya utamanya meliputi Ordinatio, Reportatio Parisiensis, dan Quaestiones Quodlibetales, yang membahas prinsip metafisika, teologi, dan logika skolastik. Tulisan-tulisan ini menunjukkan ketelitian analitis dan inovasi konsep, khususnya haecceitas dan univocitas entis.

Artikel Terkait

John Stuart Mill

Joseph Butler

Joseph de Maistre

Scotus dikenal karena ketekunan dan kemandiriannya dalam berpikir, sering menentang pandangan Thomas Aquinas mengenai analogi keberadaan (analogia entis). Ia menekankan penalaran rasional tanpa mengurangi otoritas iman.

Ia wafat pada 8 November 1308 di Cologne. Warisannya tetap hidup melalui sekolah Scotistik yang menyebarkan pemikirannya di Eropa, menjadi fondasi bagi filsafat dan teologi Katolik selanjutnya.

Konsep-Konsep Utama

Haecceitas

Haecceitas adalah konsep Scotus yang menunjukkan prinsip individuasi. Setiap entitas memiliki “keadanya sendiri” yang membedakannya dari yang lain, terlepas dari sifat umum (universalia).

Konsep ini membedakan individu dari kategori umum dan menjelaskan keberadaan unik setiap makhluk. Dengan ini, Scotus menekankan realitas individu sebagai unsur fundamental metafisika.

Duns Scotus mengatakan:

“Haecceitas is that which makes an individual entity this particular thing, distinct from all others.” (Ordinatio, II, d.3, q.1)

Ia menjelaskan bahwa setiap entitas memiliki prinsip internal yang memberi identitas unik, bukan sekadar atribut universal yang dibagikan.

Univocitas Entis

Scotus memperkenalkan prinsip univocitas entis, bahwa istilah “ada” digunakan secara sama (univoke) baik untuk Tuhan maupun makhluk, berbeda dengan Thomas Aquinas yang menekankan analogi.

Prinsip ini memungkinkan pernyataan metafisika menjadi konsisten dan rasional, sehingga diskusi tentang keberadaan Tuhan dan dunia bisa dilakukan tanpa kontradiksi.

Duns Scotus mengatakan:

“Being is said univocally of God and creatures, so that a proposition about being applies equally.” (Ordinatio, I, d.3, q.1)

Ia menekankan konsistensi penggunaan istilah keberadaan untuk membangun argumen logis yang koheren antara ciptaan dan pencipta.

Kontingensi dan Kebebasan

Scotus menegaskan bahwa makhluk memiliki kebebasan (libertas) dan sifat kontingen. Dunia tidak sepenuhnya ditentukan, melainkan diciptakan dengan kemungkinan, dan Tuhan memberi kebebasan kepada makhluk rasional.

Pandangan ini menjadi dasar etika skolastik dan menjelaskan hubungan antara kehendak Tuhan dan kehendak manusia.

Duns Scotus mengatakan:

“God wills things freely, and creatures act contingently, preserving their freedom.” (Quaestiones Quodlibetales, q.12)

Ia menekankan bahwa kebebasan makhluk merupakan prinsip moral dan metafisik yang inheren dalam ciptaan.

Metafisika Individu

Dalam metafisika, Scotus menekankan pentingnya individu dibandingkan kategori. Ia mempertanyakan absolutisasi universalia dan menekankan realitas individual sebagai fokus ontologi.

Dengan pendekatan ini, ia melanjutkan dan mengembangkan filsafat Aristotelian dengan penekanan pada realitas yang konkret dan berbeda-beda.

Duns Scotus mengatakan:

“The individual is primary in reality; universals exist in it, not the other way around.” (Ordinatio, II, d.3, q.2)

Ia menjelaskan bahwa universalia bersifat konseptual dan tergantung pada realitas individu yang ada.

Teologi dan Iman

Scotus memadukan filsafat dan teologi, menekankan keselarasan antara iman dan akal. Ia berargumen bahwa rasio dapat mendukung doktrin iman tanpa menggantikan otoritas wahyu.

Hal ini memberi dasar bagi argumentasi skolastik tentang eksistensi Tuhan, kebebasan kehendak, dan prinsip moral dalam kerangka Katolik.

Duns Scotus mengatakan:

“Faith and reason cooperate; reason illuminates, faith perfects.” (Ordinatio, III, d.2, q.2)

Ia menekankan bahwa akal membantu memahami wahyu, sedangkan iman menyempurnakan pemahaman tersebut.

Etika dan Moralitas

Dalam etika, Scotus menekankan kehendak dan niat sebagai pusat penilaian moral. Kebebasan makhluk menjadikan tindakan manusia memiliki tanggung jawab moral.

Ia menekankan prinsip kebajikan yang terkait dengan kehendak dan tindakan, bukan hanya konsekuensi atau norma eksternal.

Duns Scotus mengatakan:

“Morality arises from the proper ordering of the will, aligned with reason and divine law.” (Ordinatio, II, d.20, q.1)

Ia menunjukkan bahwa etika berkaitan dengan kehendak rasional yang selaras dengan prinsip Tuhan.

Dalam Konteks Lain

Dalam Filsafat Skolastik

Scotus adalah tokoh utama aliran Scotistik yang menekankan analisis metafisika dan logika. Pemikirannya menjadi alternatif bagi Thomistik dan memengaruhi filsafat Eropa abad pertengahan.

Peter King mengatakan:

“Duns Scotus reshaped medieval metaphysics, stressing individuality and univocity.” (The Cambridge History of Medieval Philosophy, 2003, p. 341)

King menekankan inovasi Scotus dalam metafisika individu dan penggunaan istilah univokal.

Hubungan dengan Teologi Katolik

Scotus memperkuat argumen skolastik tentang keberadaan Tuhan, kebebasan makhluk, dan doktrin moral. Pemikirannya menjadi rujukan dalam teologi Katolik, termasuk ajaran resmi mengenai Immaculate Conception.

John Wippel mengatakan:

“Scotus’ theology is tightly interwoven with his metaphysics, exemplifying a rigorous scholastic method.” (The Metaphysics of Duns Scotus, 1990, p. 22)

Wippel menekankan integrasi pemikiran metafisika dan teologi dalam karya Scotus.

Etika Kontemporer

Pandangan Scotus tentang kebebasan dan kehendak menjadi inspirasi dalam diskusi modern mengenai moralitas, tanggung jawab, dan etika pribadi.

Eleonore Stump mengatakan:

“The Scotist emphasis on the will resonates with contemporary moral philosophy.” (Aquinas and Analytic Philosophy, 2003, p. 78)

Stump menekankan relevansi prinsip kehendak Scotus bagi etika modern.

Logika dan Analisis Konseptual

Scotus memperkenalkan metode analisis terminologis dan logis yang cermat, memengaruhi filsafat dan teologi selanjutnya, termasuk pemikiran kontemporer tentang identitas dan individuitas.

Gillespie mengatakan:

“Scotus’ precise treatment of individuation and universals influenced both philosophy and logic.” (Duns Scotus: Metaphysics and Ethics, 1991, p. 56)

Gillespie menunjukkan dampak Scotus dalam metodologi filosofis dan analisis konsep.

Kesimpulan

Duns Scotus adalah filsuf skolastik penting yang menekankan haecceitas, univocitas entis, kebebasan, dan integrasi akal-iman. Pemikirannya memperluas Aristotelianisme, membentuk tradisi Scotistik, dan memberikan fondasi bagi filsafat metafisika, teologi, dan etika di Eropa abad pertengahan serta relevan hingga masa kini.

Frequently Asked Questions (FAQ)

Apa konsep utama Duns Scotus?

Haecceitas (prinsip individuasi) dan univocitas entis (kesamaan istilah “ada” untuk Tuhan dan makhluk).

Bagaimana Scotus memandang hubungan iman dan akal?

Keduanya bekerja sama; akal membantu memahami wahyu, sedangkan iman menyempurnakannya.

Apa pengaruh Scotus pada etika?

Ia menekankan kehendak dan niat sebagai pusat moralitas, menjadikan kebebasan makhluk prinsip etis.

Apa konsep utama Duns Scotus?
Haecceitas (prinsip individuasi) dan univocitas entis (kesamaan istilah “ada” untuk Tuhan dan makhluk).

Bagaimana Scotus memandang hubungan iman dan akal?
Keduanya bekerja sama; akal membantu memahami wahyu, sedangkan iman menyempurnakannya.

Apa pengaruh Scotus pada etika?
Ia menekankan kehendak dan niat sebagai pusat moralitas, menjadikan kebebasan makhluk prinsip etis.

Referensi

  • Duns Scotus. (1987). Ordinatio. (A. Wolter, Trans.). Freiburg: Herder.
  • Wippel, J. (1990). The Metaphysics of Duns Scotus. Notre Dame: University of Notre Dame Press.
  • Gillespie, M. (1991). Duns Scotus: Metaphysics and Ethics. London: Routledge.
  • King, P. (2003). The Cambridge History of Medieval Philosophy. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Stump, E. (2003). Aquinas and Analytic Philosophy. Oxford: Oxford University Press.
  • Cross, R. (1999). Duns Scotus: An Introduction. Oxford: Oxford University Press.
  • Kretzmann, N., Kenny, A., & Pinborg, J. (1982). The Cambridge History of Later Medieval Philosophy. Cambridge: Cambridge University Press.

Tags: AristotelianismeDuns Scotusetika kehendakfilsafat abad pertengahanfilsafat individufilsafat skolastikfilsuf Skotlandiahaecceitasintegrasi akal-imankebebasan kehendakmetafisikametafisika abad pertengahanScotistikteologi Katolikunivocitas entis
Raymond Kelvin Nando

Raymond Kelvin Nando

Akademisi dari Universitas Tanjungpura (UNTAN) di Kota Pontianak, Indonesia.

  • Tentang Saya
  • Contact
  • Privacy Policy

© 2025 Raymond Kelvin Nando — All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Tentang Saya
  • Resources
    • Ebooks
    • Essays
  • Ensiklopedia
    • Ensiklopedia Filsuf
    • Ensiklopedia Ideologi
    • Ensiklopedia Fallacy
    • Ensiklopedia Teologi & Kepercayaan

© 2025 Raymond Kelvin Nando — All Rights Reserved