Populisme

Raymond Kelvin Nando — Populisme adalah sebuah ideologi sekaligus gaya politik yang menempatkan “rakyat” sebagai pusat moral dan politik, berhadapan dengan “elit” yang dianggap korup, tidak peduli, atau jauh dari kepentingan masyarakat umum. Populisme bukanlah satu ideologi yang kaku, melainkan sebuah pendekatan politik yang dapat muncul dalam berbagai spektrum — baik kiri, kanan, maupun tengah — tergantung konteks sosial dan ekonomi di mana ia tumbuh.

Pengertian Populisme

Populisme dapat didefinisikan sebagai pandangan politik yang membagi masyarakat ke dalam dua kelompok besar yang saling berlawanan: rakyat yang murni dan elit yang korup, dengan tuntutan agar kekuasaan dikembalikan kepada rakyat.

“Populism is an ideology that considers society to be ultimately separated into two homogeneous and antagonistic groups, ‘the pure people’ versus ‘the corrupt elite.’”
— Cas Mudde & Cristóbal Rovira Kaltwasser, Populism: A Very Short Introduction (2017), p. 6

Populisme muncul di berbagai belahan dunia dalam bentuk yang berbeda-beda, dari gerakan kiri yang menentang ketimpangan ekonomi hingga gerakan kanan yang menekankan nasionalisme dan identitas budaya.

Tokoh Populisme

  • Juan Perón — Presiden Argentina yang dikenal dengan kebijakan populis berbasis nasionalisme ekonomi dan dukungan terhadap kelas pekerja.
  • Hugo Chávez — pemimpin Venezuela yang menggabungkan populisme dengan sosialisme untuk melawan dominasi ekonomi elit.
  • Donald Trump — tokoh populis kanan yang menggunakan retorika “anti-elit” dan “pro-rakyat” dalam konteks nasionalisme Amerika.
  • Andrés Manuel López Obrador (AMLO) — presiden Meksiko yang memadukan populisme dengan program sosial progresif.
  • Silvio Berlusconi dan Marine Le Pen juga sering dikaitkan dengan varian populisme kanan di Eropa.
Orang lain juga membaca :  Anarkisme-Mutualisme

Prinsip dan Gagasan Utama Populisme

Pembelaan terhadap “Rakyat”

Populisme berakar pada keyakinan bahwa rakyat biasa adalah sumber legitimasi politik yang sejati. Ia menolak dominasi elit politik, ekonomi, dan media yang dianggap mengkhianati aspirasi rakyat.

“The people are always wiser and more virtuous than their rulers.”
— Juan Domingo Perón, Peronist Doctrine (1947), p. 21

Retorika populis sering kali menonjolkan solidaritas, keaslian moral, dan perlawanan terhadap kekuasaan yang jauh dari rakyat.

Anti-Elitisme

Ciri utama populisme adalah penolakan terhadap elit yang dianggap korup, arogan, dan tidak representatif. Para pemimpin populis menampilkan diri sebagai “suara rakyat” yang berani menentang sistem yang mapan.

“The struggle is not between the left and the right, but between the establishment and the people.”
— Donald Trump, pidato kampanye 2016

Anti-elitisme ini tidak hanya berlaku pada elit politik, tetapi juga terhadap lembaga ekonomi global, media besar, dan birokrasi yang dianggap tidak peka terhadap penderitaan masyarakat.

Kepemimpinan Kharismatik

Populisme sering kali membutuhkan figur pemimpin karismatik yang mampu mewakili aspirasi rakyat secara emosional. Pemimpin populis cenderung berbicara langsung kepada rakyat dengan bahasa sederhana, simbolik, dan penuh emosi.

“A leader must embody the will of the people, not the interest of the few.”
— Hugo Chávez, Alo Presidente (2003), p. 54

Kepemimpinan semacam ini dapat menguatkan legitimasi rakyat, tetapi juga berpotensi menciptakan kultus individu dan otoritarianisme.

Penekanan pada Identitas Kolektif

Populisme juga mengandalkan narasi identitas kolektif yang memperkuat solidaritas sosial. Dalam versi kanan, ini bisa berarti nasionalisme atau proteksionisme; sementara dalam versi kiri, bisa berupa solidaritas kelas pekerja atau rakyat tertindas.

“They have the money, we have the people.”
— Hugo Chávez, pidato Caracas, 2004

Identitas ini menjadi fondasi emosional gerakan populis yang menentang kekuatan status quo.

Orang lain juga membaca :  Nasionalisme

Kritik terhadap Globalisasi dan Kapitalisme

Banyak gerakan populis modern, baik kiri maupun kanan, mengkritik globalisasi karena dianggap menguntungkan elit global dan merugikan kelas menengah serta pekerja lokal. Populisme menuntut kedaulatan ekonomi dan politik, dengan penekanan pada nasionalisme ekonomi atau keadilan sosial.

“The system is rigged against ordinary people.”
— Bernie Sanders, debat pemilihan presiden AS, 2016

Dengan demikian, populisme sering menjadi wadah perlawanan terhadap sistem ekonomi neoliberal dan globalisasi pasar bebas.

FAQ

Apakah populisme itu kiri atau kanan?

Populisme tidak terikat pada satu spektrum ideologi tertentu. Populisme kiri menentang ketimpangan sosial dan korporatisme, sedangkan populisme kanan menekankan nasionalisme dan identitas budaya.

Apakah populisme berbahaya bagi demokrasi?

Populisme bisa memperkuat demokrasi dengan menghidupkan kembali partisipasi rakyat, namun bisa juga melemahkannya jika digunakan untuk menyerang lembaga hukum, media bebas, atau mengkultuskan pemimpin.

Mengapa populisme meningkat pada abad ke-21?

Faktor utamanya adalah ketimpangan ekonomi, krisis kepercayaan terhadap elit politik, efek globalisasi, serta perasaan keterasingan rakyat terhadap lembaga-lembaga pemerintahan modern.

Referensi

  • Mudde, C., & Rovira Kaltwasser, C. (2017). Populism: A Very Short Introduction. Oxford: Oxford University Press.
  • Canovan, M. (1999). Trust the People! Populism and the Two Faces of Democracy. Political Studies, 47(1), 2–16.
  • Laclau, E. (2005). On Populist Reason. London: Verso.
  • Eatwell, R., & Goodwin, M. (2018). National Populism: The Revolt Against Liberal Democracy. London: Penguin Books.
  • Judis, J. B. (2016). The Populist Explosion: How the Great Recession Transformed American and European Politics. New York: Columbia Global Reports.

Dukung berbagai Project Raymond Kelvin Nando kedepannya


Citation


Previous Article

Paleo Konservatisme

Next Article

Positivisme Politik

Write a Comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *