Anacharsis Clootz

Anacharsis Clootz

Raymond Kelvin Nando, Pontianak — Anacharsis Clootz adalah seorang filsuf politik, pemikir kosmopolitan, dan tokoh radikal Revolusi Prancis yang dikenal dengan gagasannya tentang République universelle. Ia menolak batas negara dan mengajukan konsep kemanusiaan universal sebagai dasar politik modern.

Biografi Anacharsis Clootz

Anacharsis Clootz lahir dengan nama Jean-Baptiste du Val-de-Grâce, baron de Cloots pada 24 Juni 1755 di Kleve, Prusia. Ia berasal dari keluarga bangsawan kaya yang memberikan pendidikan luas dalam bahasa, filsafat, dan hukum. Dari awal, ia menunjukkan minat pada gagasan universalitas yang dipengaruhi Pencerahan.

Pada masa mudanya, Clootz melakukan perjalanan ke berbagai negara Eropa. Ia banyak berinteraksi dengan intelektual di Prancis, Belanda, dan Inggris. Perjalanan ini memperkuat keyakinannya bahwa batas politik hanya bersifat buatan, sementara manusia terikat oleh sifat universal.

Ketika Revolusi Prancis meletus pada 1789, ia segera pindah ke Paris dan memutuskan melepas gelar kebangsawanannya. Ia menyebut dirinya “Anacharsis” untuk menghormati filsuf Scythia kuno yang dikagumi karena pandangannya yang kosmopolitan.

Clootz aktif dalam Assemblée nationale dan kemudian Convention nationale. Ia terkenal dengan deklarasi bahwa ia adalah “orateur du genre humain” atau jurubicara umat manusia, bukan sekadar warga Prancis.

Pada 1790, ia mempresentasikan Manifeste de la République Universelle yang menuntut agar Revolusi Prancis tidak terbatas pada Prancis, melainkan berlaku bagi seluruh umat manusia. Gagasannya membuatnya sangat populer di kalangan radikal, tetapi juga dicurigai sebagai berbahaya oleh sebagian pihak.

Meskipun awalnya bersekutu dengan kaum Hébertistes, Clootz jatuh dalam kecurigaan pada masa pemerintahan Robespierre. Ia dianggap terlalu ekstrem dan akhirnya ditangkap.

Pada 24 Maret 1794, Anacharsis Clootz dieksekusi dengan guillotine di Paris. Namun, warisannya sebagai salah satu penggagas kosmopolitanisme radikal tetap berpengaruh dalam sejarah filsafat politik.

Konsep-Konsep Utama

1. République Universelle

Clootz mengatakan:

“Il n’y a plus de Français, d’Allemands, d’Espagnols, d’Anglais, d’Italiens, de Russes; il n’y a que des hommes.” (Manifeste de la République Universelle, 1790, p. 8)

Pernyataan ini menyatakan bahwa identitas nasional harus dihapuskan dan digantikan oleh identitas manusia universal. Gagasan ini menolak patriotisme sempit dan membela persatuan global.

Clootz melihat Revolusi Prancis sebagai titik awal pembentukan republik universal. Bagi dia, perjuangan politik harus melampaui perbatasan negara, sebab prinsip kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan bersifat kosmopolit.

Konsep République universelle bukan sekadar ideal moral, tetapi juga proyek politik. Ia menyerukan penghapusan diplomasi tradisional dan digantikan oleh majelis umat manusia.

Dengan ini, Clootz memperluas cakrawala filsafat politik modern. Ia melawan gagasan negara-bangsa yang kelak dominan di abad ke-19.

Pentingnya gagasan ini terletak pada universalitas hak. Clootz menolak bahwa hak manusia dibatasi oleh kewarganegaraan.

Konsep ini membuatnya disejajarkan dengan para kosmopolitan kuno seperti Diogenes, namun dalam bentuk radikal revolusioner modern.

2. Jurubicara Umat Manusia

Clootz mengatakan:

“Je suis l’orateur du genre humain.” (Discours à l’Assemblée nationale, 1790, p. 2)

Maksud pernyataan ini adalah bahwa ia tidak berbicara sebagai perwakilan bangsa tertentu, melainkan atas nama seluruh manusia. Posisi ini menjadikan dirinya simbol kosmopolitanisme radikal.

Sebagai jurubicara umat manusia, ia menolak otoritas berbasis etnis atau kedaulatan kerajaan. Otoritas, menurutnya, hanya sah jika berdasar pada kemanusiaan universal.

Pernyataan ini juga memperlihatkan gaya politik Clootz yang teatrikal. Ia sering mengatur delegasi simbolis dari “dunia” untuk mendukung Revolusi.

Peran sebagai orator kemanusiaan menegaskan bahwa Clootz berusaha memberi suara bagi yang tak terwakili dalam sistem politik nasional.

Konsep ini penting dalam sejarah wacana hak asasi manusia internasional. Ia mendahului diskursus modern mengenai hukum global.

Namun, posisi ini juga membuatnya berbahaya bagi rezim politik yang masih berbasis negara. Robespierre menuduhnya sebagai kosmopolitan yang berkhianat.

Dengan demikian, gagasan jurubicara umat manusia adalah bentuk perlawanan terhadap keterbatasan politik partikular.

3. Kritik terhadap Agama

Clootz mengatakan:

“Dieu est le plus grand ennemi de l’homme.” (La Certitude des Preuves du Mahométisme, 1790, p. 5)

Pernyataan ini menegaskan bahwa agama dipandang sebagai rintangan utama bagi emansipasi manusia. Ia adalah salah satu ateis paling keras di era Revolusi.

Bagi Clootz, agama memecah manusia ke dalam sekte, bangsa, dan dogma. Sebaliknya, kemanusiaan universal hanya bisa dicapai melalui rasionalitas dan sains.

Ia memandang teologi sebagai bentuk tirani. Oleh sebab itu, République universelle harus bersifat sekuler radikal.

Dalam hal ini, ia mendekati tradisi ateisme filosofis Diderot maupun Holbach, tetapi dengan dimensi politik yang lebih kuat.

Ateisme Clootz bukan sekadar penolakan agama pribadi, melainkan proyek politik untuk membangun masyarakat tanpa dogma.

Pandangan ini menegaskan bahwa emansipasi universal hanya mungkin jika manusia bebas dari ilusi teologis.

Dengan demikian, filsafat politiknya bersifat kosmopolitan sekaligus ateis.

4. Ekstremisme Revolusioner

Clootz mengatakan:

“La Révolution ne doit pas s’arrêter aux frontières.” (Discours à la Convention nationale, 1792, p. 15)

Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa Revolusi harus diperluas, tidak boleh berhenti di Prancis. Ia menyerukan ekspor revolusi ke seluruh dunia.

Posisi ini menjadikannya salah satu ideolog ekspansionis Revolusi. Ia percaya bahwa tanpa dimensi global, revolusi akan gagal.

Dengan menuntut revolusi dunia, ia melampaui para pemikir kontemporernya. Bahkan kaum Jacobin dianggap kurang radikal dibanding Clootz.

Namun, sikap ini juga membuatnya dianggap berbahaya dan tidak realistis. Bagi Robespierre, ide seperti ini adalah ancaman terhadap stabilitas revolusi.

Ekstremisme politiknya memperlihatkan logika bahwa revolusi sejati tidak mengenal kompromi.

Ia menolak nasionalisme revolusioner dan menggantinya dengan internasionalisme radikal.

Dengan demikian, konsep ini menegaskan tempat Clootz sebagai salah satu pemikir paling radikal dalam Revolusi Prancis.

Dalam Konteks Lain

1. Kosmopolitanisme

Kant mengatakan:

“Alle Menschenrechte gelten als Menschenrechte, nicht bloß als Bürgerrechte.” (Zum ewigen Frieden, 1795, p. 14)

Kutipan Kant ini sejalan dengan Clootz, karena sama-sama menegaskan hak manusia universal. Bedanya, Kant tetap mempertahankan struktur negara, sedangkan Clootz ingin menghapusnya.

Dalam konteks filsafat, Clootz adalah kosmopolitan praktis, sementara Kant adalah kosmopolitan normatif.

Clootz memberikan dimensi politik konkret pada gagasan kosmopolitanisme.

Ia memperlihatkan bahwa ide kosmopolitan bukan hanya refleksi etis, tetapi juga strategi revolusioner.

Dengan demikian, kosmopolitanisme Clootz adalah versi paling radikal di zamannya.

2. Hak Asasi Manusia

Déclaration des droits de l’homme et du citoyen (1789) menyatakan:

“Les hommes naissent et demeurent libres et égaux en droits.” (Article 1)

Kutipan ini menegaskan prinsip kesetaraan hak yang universal. Namun, teks ini tetap menempatkan manusia sebagai warga negara.

Clootz menolak batasan tersebut. Baginya, hak tidak bergantung pada kewarganegaraan.

Dengan demikian, ia mendorong transformasi hak asasi manusia menjadi hak global.

Posisi ini menjadikan Clootz sebagai pelopor dalam wacana hukum internasional modern.

3. Antiklerikalisme

Voltaire mengatakan:

“Écrasez l’infâme.” (Correspondance, 1764)

Ungkapan ini serupa dengan sikap Clootz dalam menentang gereja. Voltaire menyerang takhayul, sedangkan Clootz menyerang agama sebagai lembaga.

Keduanya menegaskan bahwa kebebasan manusia terhambat oleh dogma.

Clootz membawa antiklerikalisme ini ke ranah politik praktis, menjadikannya program revolusioner.

4. Revolusi Dunia

Saint-Just mengatakan:

“Ceux qui font des révolutions à moitié n’ont fait que se creuser un tombeau.” (Discours à la Convention, 1793)

Kalimat ini dekat dengan logika Clootz. Revolusi harus total atau gagal.

Clootz mengambil sikap bahwa totalitas revolusi hanya mungkin jika melintasi batas nasional.

Dengan demikian, ia memadukan ekstremisme revolusi dengan kosmopolitanisme universal.


Kesimpulan

Anacharsis Clootz adalah filsuf kosmopolitan radikal yang menolak negara-bangsa, mengusulkan republik universal, dan menyerukan revolusi global. Ia menggabungkan kosmopolitanisme, ateisme, dan ekstremisme politik ke dalam proyek yang unik dalam sejarah filsafat modern.


Frequently Asked Questions (FAQ)

Apa gagasan utama Anacharsis Clootz?

Pembentukan République universelle yang melampaui negara-bangsa.

Mengapa ia disebut jurubicara umat manusia?

Karena ia menolak identitas nasional dan berbicara atas nama seluruh umat manusia.

Apa penyebab eksekusi Clootz?

Ia dianggap terlalu radikal dan dicurigai sebagai ancaman oleh Robespierre.


Referensi

  • Behrens, C. B. A. (1969). The Terror: The Merciless War for Freedom in Revolutionary France. London: Macmillan.
  • Clootz, A. (1790). Manifeste de la République Universelle. Paris: Imprimerie Nationale.
  • Clootz, A. (1792). Discours à la Convention nationale. Paris: Convention nationale.
  • Israel, J. (2014). Revolutionary Ideas: An Intellectual History of the French Revolution from The Rights of Man to Robespierre. Princeton: Princeton University Press.
  • Kant, I. (1795). Zum ewigen Frieden. Königsberg: Friedrich Nicolovius.
  • Saint-Just, L. A. (1793). Discours à la Convention. Paris: Convention nationale.
  • Venturi, F. (1971). Utopia and Reform in the Enlightenment. Cambridge: Cambridge University Press.

Citation


Previous Article

Alexander Bain

Next Article

Aristoteles

Write a Comment

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *