Raymond Kelvin Nando — Thales adalah seorang filsuf pra-Sokratik dari Miletos, yang sering dianggap sebagai bapak filsafat Barat karena usahanya menjelaskan realitas tanpa mengandalkan mitologi. Ia berupaya mencari arkhē (asal mula segala sesuatu) melalui rasio dan pengamatan alam, menandai awal dari filsafat alam (physis) dan metode berpikir rasional dalam sejarah intelektual manusia.
Daftar Isi
Biografi Thales
Thales lahir di kota Miletos, Ionia (kini wilayah Turki), sekitar tahun 624 SM. Sedikit yang diketahui tentang kehidupan pribadinya, tetapi ia dikenal sebagai salah satu dari Tujuh Orang Bijak Yunani (Seven Sages of Greece), yang dihormati karena kebijaksanaan dan pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan etika.
Ia adalah murid dari tradisi Mesir dan Babilonia, di mana ia mempelajari geometri, astronomi, dan matematika. Dalam bidang ilmiah, Thales dikenal karena memperkenalkan metode pengukuran ketinggian piramida melalui bayangan serta meramalkan gerhana matahari tahun 585 SM, yang membuatnya dihormati di dunia kuno.
Namun, kontribusinya yang paling mendalam bukan dalam ilmu terapan, melainkan dalam filsafat alam. Ia merupakan orang pertama yang mengajukan bahwa dunia dapat dijelaskan melalui prinsip dasar alamiah, bukan melalui intervensi para dewa.
Thales meninggal sekitar tahun 546 SM, tetapi warisan intelektualnya diteruskan oleh murid-muridnya seperti Anaximander dan Anaximenes, yang bersama dengannya dikenal sebagai Mazhab Miletos.
Konsep-Konsep Utama
Arkhē (Prinsip Pertama)
Thales dianggap sebagai filsuf pertama yang mencari arkhē, yaitu prinsip asal mula dari segala sesuatu.
Thales said that the principle of all things is water, for all things are nourished by moisture and even heat itself is generated from it. (Metaphysics oleh Aristotle, 983b, hlm. 20)
Menurut Thales, air adalah unsur dasar dari segala realitas. Ia melihat bahwa kehidupan bergantung pada air — tanaman, hewan, dan manusia semua hidup dari kelembapan. Selain itu, air dapat berubah bentuk menjadi padat (es), cair, dan gas (uap), yang baginya menunjukkan fleksibilitas substansi dasar yang membentuk dunia.
Pemikiran ini merupakan langkah revolusioner dalam sejarah filsafat: Thales mengalihkan penjelasan tentang dunia dari mitos menuju prinsip alamiah yang dapat dipahami oleh rasio. Ia memulai tradisi logos, yakni berpikir berdasarkan hukum alam, bukan narasi ilahi.
Dengan demikian, “air” dalam konteks Thales tidak semata unsur fisik, tetapi simbol dari keteraturan kosmos dan kesinambungan kehidupan.
Hylozoism (Materi yang Hidup)
Thales juga dikenal sebagai tokoh awal yang mengembangkan pandangan hylozoisme, yaitu keyakinan bahwa materi memiliki kehidupan atau jiwa.
Thales thought that everything is full of gods. (De Anima oleh Aristotle, 411a, hlm. 8)
Pernyataan ini menunjukkan bahwa bagi Thales, alam tidak mati atau pasif, melainkan hidup dan memiliki daya internal. Setiap unsur alam semesta memiliki prinsip gerak dan kehidupan di dalam dirinya sendiri.
Pemikiran ini menunjukkan bahwa Thales bukan hanya naturalis, tetapi juga vitalis — ia melihat keteraturan dan kesadaran sebagai aspek yang inheren dalam alam. Konsep ini menjadi dasar bagi filsafat alam Yunani yang kemudian dikembangkan oleh Anaxagoras, Heraclitus, dan Aristoteles.
Physis (Alam sebagai Keseluruhan)
Dalam pandangan Thales, dunia adalah suatu kesatuan yang dinamis dan teratur. Alam tidak dikuasai oleh kekuatan supranatural yang terpisah, melainkan memiliki prinsip internal yang menjelaskan geraknya sendiri.
The world is animate and full of divine power. (De Caelo, Aristotle, hlm. 294a)
Thales mengajarkan bahwa alam (physis) adalah objek utama pengetahuan manusia. Dengan mencari penyebab dan prinsip-prinsip alami, manusia dapat memahami keteraturan kosmos.
Pemikiran ini membuka jalan bagi filsafat alam klasik — dari Pythagoras hingga Aristoteles — yang berupaya menjelaskan struktur dan tujuan alam semesta melalui rasio.
Dalam Konteks Lain
Sains dan Filsafat Alam
Thales tidak hanya seorang filsuf, tetapi juga ilmuwan awal. Ia memperkenalkan metode observasi dan deduksi logis dalam memahami fenomena alam.
Thales was the first to investigate the causes of natural phenomena without recourse to myth. (Lives of Eminent Philosophers, Diogenes Laërtius, I.27)
Dengan mengamati pola alam seperti pasang surut, gerhana, dan hujan, Thales membangun dasar penjelasan kausalitas alami. Ia mengajarkan bahwa dunia bersifat dapat dipahami karena mengikuti hukum-hukum tertentu.
Pandangan ini menjadi cikal bakal sains rasional, di mana pengetahuan diperoleh bukan dari wahyu, melainkan dari pengamatan empiris dan penalaran logis.
Pengaruh terhadap Filsafat Barat
Thales sering dianggap sebagai pendiri tradisi rasionalisme ilmiah di dunia Barat. Pemikirannya memengaruhi Anaximander, Anaximenes, dan akhirnya Aristoteles, yang menempatkannya sebagai filsuf pertama dalam sejarah metafisika.
Selain itu, gagasan Thales tentang arkhē membuka ruang bagi pertanyaan filosofis tentang substansi, keberadaan, dan perubahan, yang menjadi pusat perhatian metafisika hingga masa modern. Dalam konteks etika, ia juga dikenal dengan kebijaksanaannya, antara lain ungkapannya: “Kenalilah dirimu sendiri, karena itu adalah kebijaksanaan tertinggi.”
Kesimpulan
Thales dari Miletos merupakan pelopor pemikiran rasional yang menggantikan mitos dengan logos. Dengan menetapkan air sebagai arkhē, ia menandai lahirnya filsafat sebagai pencarian rasional terhadap prinsip dasar realitas. Melalui pandangannya tentang physis dan keteraturan kosmos, ia meletakkan fondasi bagi sains dan metafisika Barat. Thales adalah contoh pertama dari filsuf yang mencari penjelasan alamiah bagi dunia yang ilahi, membuka jalan bagi seluruh sejarah filsafat selanjutnya.
FAQ
Apa yang dimaksud dengan arkhē menurut Thales?
Arkhē adalah prinsip atau asal mula dari segala sesuatu. Thales menganggap air sebagai arkhē karena semua kehidupan bergantung padanya dan ia dapat berubah bentuk tanpa kehilangan substansinya.
Mengapa Thales dianggap sebagai bapak filsafat?
Karena ia adalah orang pertama yang menjelaskan alam semesta melalui prinsip rasional, bukan mitos. Ia memulai tradisi berpikir ilmiah dan filsafat alam.
Apa warisan utama Thales bagi filsafat modern?
Warisan Thales terletak pada metode berpikir rasional dan prinsip naturalistik yang menjadi dasar bagi filsafat ilmiah, metafisika, dan kosmologi.
Referensi
- Aristotle. (1998). Metaphysics. Translated by W. D. Ross. Oxford: Clarendon Press.
- Aristotle. (1995). De Anima. Cambridge: Cambridge University Press.
- Aristotle. (2000). De Caelo. Cambridge: Harvard University Press.
- Diogenes Laërtius. (1925). Lives of Eminent Philosophers. Loeb Classical Library.
- Guthrie, W. K. C. (1962). A History of Greek Philosophy: The Earlier Presocratics and the Pythagoreans. Cambridge University Press.
- Kirk, G. S., Raven, J. E., & Schofield, M. (1983). The Presocratic Philosophers. Cambridge: Cambridge University Press.