Raymond Kelvin Nando — Shankara, dikenal juga sebagai Adi Shankaracharya, adalah seorang filsuf dan teolog India yang hidup pada abad ke-8 Masehi. Ia merupakan tokoh paling berpengaruh dalam tradisi Advaita Vedānta, cabang filsafat Hindu yang menekankan bahwa realitas tertinggi (Brahman) adalah satu-satunya yang nyata, sedangkan dunia fenomenal hanyalah penampakan atau ilusi (māyā). Pemikirannya tidak hanya membentuk arah metafisika India klasik, tetapi juga menjadi dasar spiritual bagi banyak aliran Hindu modern.
Daftar Isi
Biografi Shankara
Shankara lahir di desa Kalady, Kerala, India Selatan, sekitar tahun 788 M. Sejak kecil ia menunjukkan kecerdasan luar biasa dan ketertarikan mendalam terhadap kitab-kitab suci Weda. Ia diasuh dalam keluarga Brahmana dan kehilangan ayahnya di usia muda. Sejak masa kanak-kanak, Shankara memperlihatkan kecenderungan asketik dan spiritual, dan pada usia delapan tahun ia memutuskan untuk menjadi sannyāsin (pertapa).
Ia belajar di bawah bimbingan guru besar Govinda Bhagavatpāda, yang merupakan murid Gaudapāda, salah satu penyusun ajaran awal Advaita Vedānta. Setelah menguasai teks-teks seperti Upaniṣad, Bhagavad Gītā, dan Brahma Sūtra, Shankara mulai menulis komentar filosofis (bhāṣya) yang menegaskan pandangan non-dualisme murni.
Dalam hidupnya yang singkat — meninggal sekitar usia 32 tahun — Shankara melakukan perjalanan ke seluruh India, mendirikan empat maṭha (biara) di Sringeri, Dwarka, Puri, dan Badrinath. Ia berdebat dengan tokoh dari berbagai aliran seperti Nyāya, Sāṃkhya, Mīmāṃsā, dan Buddhisme Madhyamaka, untuk mengembalikan supremasi ajaran Weda.
Warisan intelektual dan spiritual Shankara sangat luas. Melalui karya komentarnya atas Upaniṣad, Bhagavad Gītā Bhāṣya, dan Brahma Sūtra Bhāṣya, ia meletakkan fondasi filsafat Advaita Vedānta sebagai sistem metafisika dan spiritual paling berpengaruh di India.
Konsep-Konsep Utama
Advaita (Non-Dualitas)
Ajaran sentral Shankara adalah Advaita, yang berarti “tanpa dua”. Ia menegaskan bahwa hanya Brahman yang nyata, sedangkan dunia empiris hanyalah manifestasi sementara dari kesadaran absolut.
Brahman is real; the world is illusory; the individual self is not different from Brahman. (Brahma Sūtra Bhāṣya, I.1.4, hlm. 112)
Dalam pandangan Shankara, Brahman adalah realitas tunggal yang tidak berubah, tidak terbagi, dan melampaui ruang serta waktu. Dunia fenomenal tampak nyata karena kekuatan māyā, ilusi kosmis yang menutupi pandangan sejati manusia. Individu (jīva) yang terikat oleh ketidaktahuan (avidyā) menganggap dirinya terpisah dari Brahman.
Pencerahan (mokṣa) terjadi ketika seseorang menyadari bahwa dirinya bukan tubuh atau pikiran, melainkan kesadaran murni yang identik dengan Brahman. Dengan demikian, jalan menuju pembebasan bukanlah melalui ritual atau tindakan, melainkan pengetahuan intuitif (jñāna).
Māyā (Ilusi Kosmis)
Konsep māyā dalam filsafat Shankara menjelaskan mengapa dunia tampak nyata, meskipun pada hakikatnya hanyalah penampakan sementara dari realitas mutlak.
As a rope is mistaken for a snake in dim light, so is Brahman mistaken for the world due to ignorance. (Vivekachūḍāmaṇi, 108, hlm. 57)
Analogi tali dan ular ini menggambarkan bagaimana ketidaktahuan menyebabkan manusia mengira dunia fenomenal sebagai realitas sejati. Bagi Shankara, māyā tidak berarti tidak ada sama sekali (asat), tetapi bersifat empiris dan sementara (vyāvahārika satya). Ia memiliki kekuatan proyeksi (vikṣepa) dan penutupan (āvaraṇa), yang membuat manusia tidak dapat mengenali Brahman di balik segala rupa.
Kesadaran akan māyā memungkinkan seseorang mencapai kebijaksanaan sejati, menyadari bahwa yang tampak banyak sesungguhnya adalah satu.
Jīva-Brahma Aikya (Kesatuan Diri dan Absolut)
Salah satu tesis metafisik utama Shankara adalah bahwa diri individu (ātman) sejatinya identik dengan Brahman.
Tat tvam asi — That thou art. (Chāndogya Upaniṣad, VI.8.7, hlm. 34)
Dengan mengutip salah satu mahāvākya (pernyataan agung) dalam Upaniṣad, Shankara menegaskan bahwa identitas antara diri dan Brahman bukanlah hasil penciptaan baru, tetapi penyingkapan kebenaran yang selalu ada. Perbedaan antara keduanya hanyalah hasil dari ketidaktahuan.
Proses spiritual dalam Advaita bukanlah transformasi, tetapi pencerahan tentang identitas sejati, bahwa segala yang ada hanyalah manifestasi dari satu kesadaran absolut.
Dalam Konteks Lain
Perbandingan dengan Buddhisme dan Dualisme India
Shankara sering dibandingkan dengan filsafat Buddha, khususnya aliran Mādhyamika dari Nāgārjuna, karena keduanya menolak realitas empiris yang absolut. Namun, Shankara menegaskan bahwa Brahman bukanlah kekosongan (śūnyatā), melainkan keberadaan positif yang tak terlukiskan.
The denial of multiplicity does not lead to voidness, but to the affirmation of unity in Brahman. (Upadeśa Sāhasrī, II.3.2, hlm. 102)
Dengan demikian, Advaita berbeda dari nihilisme: ia bukan pengingkaran realitas, melainkan penegasan bahwa hanya satu realitas sejati yang abadi dan tanpa atribut.
Etika dan Pembebasan (Mokṣa)
Bagi Shankara, pengetahuan metafisik bukan sekadar teori, tetapi jalan menuju pembebasan spiritual. Mokṣa dicapai bukan melalui tindakan atau ritual, tetapi melalui pengalaman langsung tentang identitas diri dan Brahman. Ia mengajarkan disiplin śravaṇa (mendengar ajaran), manana (merenungkan), dan nididhyāsana (meditasi mendalam) sebagai sarana pembebasan.
Melalui praktik ini, manusia melepaskan diri dari ilusi dualitas dan mencapai keadaan kesadaran non-dual, di mana tidak ada lagi perbedaan antara subjek dan objek, antara yang mengetahui dan yang diketahui.
Kesimpulan
Shankara menegaskan bahwa realitas sejati bersifat tunggal, abadi, dan non-dual. Melalui konsep Advaita, māyā, dan kesatuan jīva-Brahman, ia menolak pandangan pluralistik dan dualistik yang mendominasi filsafat India sebelumnya. Filsafatnya bukan hanya sistem metafisik, tetapi jalan spiritual menuju kebebasan, di mana pengetahuan menjadi pembebas. Shankara tetap menjadi simbol puncak sintesis antara rasio, mistisisme, dan keutuhan eksistensial dalam tradisi India.
FAQ
Apa inti ajaran Shankara?
Bahwa hanya Brahman yang nyata, sedangkan dunia empiris hanyalah penampakan sementara akibat ilusi kosmis (māyā).
Apa hubungan antara ātman dan Brahman dalam filsafat Shankara?
Keduanya identik. Diri individu tidak berbeda dari Brahman; ketidaktahuan semata yang membuatnya tampak terpisah.
Bagaimana cara mencapai pembebasan menurut Shankara?
Melalui pengetahuan intuitif (jñāna) tentang kesatuan diri dan Brahman, bukan melalui ritual atau tindakan.
Referensi
- Shankara. (1910). Brahma Sūtra Bhāṣya. Trans. G. Thibaut. Oxford: Clarendon Press.
- Shankara. (1921). Upadeśa Sāhasrī. Trans. S. Jagadananda. Madras: Sri Ramakrishna Math.
- Deutsch, E. (1969). Advaita Vedanta: A Philosophical Reconstruction. Honolulu: University of Hawaii Press.
- Potter, K. H. (1981). Encyclopedia of Indian Philosophies: Advaita Vedānta up to Śaṅkara and His Pupils. Delhi: Motilal Banarsidass.
- Radhakrishnan, S. (1953). Indian Philosophy, Vol. II. London: George Allen & Unwin.
- Isayeva, N. (1993). Shankara and Indian Philosophy. Albany: SUNY Press.