Jacques Maritain
Raymond Kelvin Nando, Pontianak — Jacques Maritain adalah seorang filsuf Prancis abad ke-20 yang dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam tradisi neo-thomisme. Ia berusaha menghidupkan kembali pemikiran Santo Thomas Aquinas dalam konteks modern, dengan menekankan peran filsafat Kristen dalam etika, politik, dan budaya. Pemikirannya berpengaruh besar dalam perkembangan filsafat Katolik, khususnya melalui keterlibatannya dalam perumusan dokumen-dokumen Gereja Katolik pada Konsili Vatikan II.
Biografi Jacques Maritain
Jacques Maritain lahir pada 18 November 1882 di Paris, Prancis. Ia berasal dari keluarga Protestan yang terpelajar dan mendapat pendidikan klasik sejak dini. Pada awalnya ia belajar ilmu alam di Sorbonne, di mana ia berkenalan dengan Raïssa Oumansoff, seorang mahasiswi asal Rusia yang kemudian menjadi istrinya dan pendamping intelektual sepanjang hidup.
Pada masa mudanya, Maritain sempat mengalami krisis intelektual yang membuatnya hampir meninggalkan iman. Namun, melalui pengaruh filsuf Katolik Charles Péguy dan Léon Bloy, Maritain serta Raïssa berkonversi ke Katolik pada tahun 1906. Pertobatan ini menjadi titik balik dalam hidupnya dan menentukan arah pemikirannya.
Ia kemudian mempelajari filsafat Thomas Aquinas secara mendalam, terutama setelah bergabung dengan kalangan Dominikan. Dari sinilah lahir komitmennya untuk mengembangkan neo-thomisme, yakni pembaruan pemikiran Thomistik agar relevan dengan dunia modern.
Sepanjang kariernya, Maritain mengajar di berbagai universitas, termasuk di Institut Catholique de Paris, University of Toronto, dan Princeton University. Ia juga terlibat dalam diplomasi budaya dan berperan dalam penyusunan Universal Declaration of Human Rights (1948).
Jacques Maritain wafat pada 28 April 1973 di Toulouse, Prancis, setelah menjadi anggota komunitas religius Little Brothers of Jesus.
Konsep-Konsep Utama
Humanisme Intégral (Humanisme Integral)
Dalam karyanya Humanisme intégral, Maritain menulis:
“Il n’y a pas d’humanisme vrai qui ne soit ouvert sur l’Absolu.” — “Tidak ada humanisme sejati yang tidak terbuka pada Yang Absolut.” (Humanisme intégral, 1936, hlm. 45)
Bagi Maritain, humanisme modern tanpa keterbukaan pada Tuhan akan menjadi reduktif. Ia menekankan humanisme integral, yaitu humanisme yang mengakui martabat manusia dalam keseluruhan dimensi, termasuk dimensi spiritual.
Konsep ini menegaskan bahwa manusia tidak hanya makhluk rasional atau sosial, tetapi juga makhluk transenden yang diarahkan kepada Tuhan. Dengan demikian, humanisme integral berupaya mendamaikan iman dan rasio dalam pemahaman tentang manusia.
La Philosophie de la Nature (Filsafat Alam)
Dalam karyanya La Philosophie de la nature, Maritain menulis:
“La philosophie de la nature doit préparer le chemin à la métaphysique.” — “Filsafat alam harus mempersiapkan jalan menuju metafisika.” (La Philosophie de la nature, 1935, hlm. 62)
Maritain membedakan antara ilmu empiris dan filsafat alam. Ilmu empiris mempelajari fenomena melalui metode eksperimental, sementara filsafat alam mengkaji prinsip-prinsip umum dari realitas fisik.
Bagi Maritain, filsafat alam adalah jembatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan metafisika, sehingga keduanya tidak boleh dipisahkan. Dengan ini ia menegaskan pentingnya dialog antara sains modern dan filsafat.
Dalam Konteks Lain
Filsafat Politik
Dalam Man and the State, Maritain menulis:
“The person is the end of society.” — “Pribadi manusia adalah tujuan dari masyarakat.” (Man and the State, 1951, hlm. 12)
Ia menegaskan bahwa masyarakat ada demi manusia, bukan manusia demi masyarakat. Dengan demikian, politik harus menghormati martabat pribadi dan melayani kesejahteraan bersama.
Maritain menolak totalitarianisme dan menekankan personalism, yakni filsafat yang menempatkan pribadi manusia sebagai pusat. Pandangan ini memengaruhi dokumen Universal Declaration of Human Rights serta ajaran sosial Gereja Katolik modern.
Filsafat Pendidikan
Maritain juga banyak menulis tentang pendidikan. Menurutnya, pendidikan harus membentuk manusia secara utuh, bukan hanya dalam aspek intelektual, tetapi juga moral dan spiritual.
Ia menekankan bahwa tujuan pendidikan bukanlah menghasilkan pekerja atau teknokrat, melainkan pribadi manusia yang mampu mengarahkan hidupnya menuju kebenaran dan kebaikan.
Kesimpulan
Jacques Maritain adalah tokoh utama neo-thomisme yang berusaha menghidupkan kembali pemikiran Thomas Aquinas dalam konteks modern. Melalui konsep humanisme integral, filsafat alam, serta gagasan tentang martabat pribadi dalam politik dan pendidikan, Maritain memberi kontribusi besar dalam filsafat Kristen, humanisme, dan hak asasi manusia.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Apa konsep utama Jacques Maritain?
Bagaimana pengaruh Maritain terhadap politik modern?
Apa kontribusi Maritain dalam filsafat pendidikan?
Referensi
- Maritain, J. (1936). Humanisme intégral. Paris: Aubier.
- Maritain, J. (1935). La Philosophie de la nature. Paris: Téqui.
- Maritain, J. (1951). Man and the State. Chicago: University of Chicago Press.
- Sweet, W. (2001). Jacques Maritain: Antimodern or Ultramodern? Toronto: University of Toronto Press.
- Gallagher, K. T. (1994). The Philosophy of Jacques Maritain. New York: Sheed & Ward.
- Wrenn, M. (2008). Personalism and the Political Philosophy of Jacques Maritain. Journal of Catholic Social Thought, 5(2), 215–230.