Immanuel Kant

Raymond Kelvin Nando, PontianakImmanuel Kant adalah salah satu filsuf terbesar dari Jerman yang hidup pada abad ke-18 dan menjadi tokoh sentral dalam tradisi filsafat modern. Karyanya, terutama Critique of Pure Reason, merevolusi epistemologi, metafisika, etika, dan estetika. Kant menekankan pentingnya rasio dalam membatasi dan sekaligus mengarahkan pengetahuan, serta mengembangkan etika deontologis yang mendasarkan moralitas pada kewajiban universal.

Biografi Immanuel Kant

Immanuel Kant lahir pada 22 April 1724 di Königsberg, Prusia Timur (sekarang Kaliningrad, Rusia). Ia berasal dari keluarga sederhana; ayahnya seorang pengrajin pelana, dan ibunya dikenal sebagai sosok religius dan bermoral tinggi. Pendidikan awalnya banyak dipengaruhi oleh lingkungan pietis, yang menekankan kedisiplinan moral dan religius.

Pada 1740, Kant memasuki Universitas Königsberg untuk mempelajari filsafat, matematika, dan ilmu alam. Ia terinspirasi oleh karya Christian Wolff dan Gottfried Wilhelm Leibniz, tetapi juga tertarik pada pemikiran empiris John Locke dan David Hume. Pertemuan dengan skeptisisme Hume membuat Kant tersadar akan keterbatasan rasionalitas murni dan membawanya pada “revolusi kopernikan” dalam filsafat.

Selama beberapa dekade awal hidupnya, Kant bekerja sebagai tutor pribadi sambil menulis karya-karya tentang ilmu alam. Pada 1770, ia diangkat sebagai profesor logika dan metafisika di Universitas Königsberg.

Puncak karyanya hadir dengan tiga Critique: Critique of Pure Reason (1781, edisi kedua 1787), Critique of Practical Reason (1788), dan Critique of Judgment (1790). Ketiga karya ini menguraikan sistem filsafat kritis Kant yang berpengaruh luas pada idealisme Jerman, filsafat analitik, fenomenologi, hingga filsafat kontemporer.

Kant meninggal pada 12 Februari 1804 di kota kelahirannya, dan hingga kini tetap dikenang sebagai salah satu pemikir paling berpengaruh dalam sejarah filsafat Barat.

Konsep-Konsep Utama

Critique of Pure Reason (Kritik atas Akal Budi Murni)

Kant menulis dalam Kritik der reinen Vernunft:

“Gedanken ohne Inhalt sind leer, Anschauungen ohne Begriffe sind blind.” — “Pikiran tanpa isi adalah kosong, intuisi tanpa konsep adalah buta.” (Critique of Pure Reason, 1781/1787, A51/B75)

Di sini, Kant menjelaskan bahwa pengetahuan adalah hasil sintesis antara sensibilitas (intuisi inderawi) dan intelek (konsep rasional). Manusia tidak dapat mengetahui hal-hal di luar pengalaman (noumenon), melainkan hanya fenomena yang tampak dalam ruang dan waktu.

Dengan gagasan ini, Kant melakukan “revolusi kopernikan” dalam filsafat: bukan pengetahuan yang menyesuaikan diri dengan objek, tetapi objek yang menyesuaikan diri dengan struktur apriori dalam akal budi manusia.

Categorical Imperative (Imperatif Kategoris)

Dalam Grundlegung zur Metaphysik der Sitten, Kant menyatakan:

“Handle nur nach derjenigen Maxime, durch die du zugleich wollen kannst, dass sie ein allgemeines Gesetz werde.” — “Bertindaklah hanya menurut maksim yang dengannya engkau dapat sekaligus menghendaki bahwa ia menjadi hukum universal.” (Groundwork of the Metaphysics of Morals, 1785, hlm. 421)

Imperatif kategoris adalah prinsip moral fundamental yang bersifat absolut dan universal. Bagi Kant, tindakan bermoral bukan ditentukan oleh konsekuensi, tetapi oleh kewajiban. Moralitas sejati hanya mungkin jika manusia bertindak menurut prinsip yang dapat berlaku bagi semua rasionalitas.

Konsep ini menjadikan Kant sebagai tokoh utama etika deontologis, yang terus memengaruhi filsafat moral hingga hari ini.

Critique of Judgment (Kritik atas Daya Mengadili)

Dalam karya ketiganya, Kant menulis:

“Das Schöne ist das, was ohne Begriff allgemein gefällt.” — “Yang indah adalah sesuatu yang menyenangkan secara universal tanpa konsep.” (Critique of Judgment, 1790, §9)

Bagi Kant, pengalaman estetis memiliki sifat subjektif namun universal, karena ia berakar pada struktur apriori akal budi manusia. Dengan demikian, keindahan bukanlah kualitas benda itu sendiri, melainkan cara akal manusia merasakan harmoni antara imajinasi dan pemahaman.

Konsep ini memperdalam hubungan antara estetika, teleologi, dan kebebasan.

Dalam Konteks Lain

Filsafat Politik dan Hukum

Dalam Zum ewigen Frieden (1795), Kant menegaskan perlunya hukum kosmopolitan untuk mencegah perang dan menciptakan perdamaian abadi.

Ia menulis:

“Es soll kein Krieg sein, sondern ein Zustand des Friedens muss gestiftet werden.” — “Tidak boleh ada perang, melainkan harus didirikan suatu keadaan damai.” (Perpetual Peace, 1795, hlm. 93)

Pemikiran ini meletakkan dasar bagi teori modern tentang hukum internasional, hak asasi manusia, dan federasi negara-negara demokratis.

Filsafat Agama

Dalam Die Religion innerhalb der Grenzen der bloßen Vernunft (1793), Kant mencoba membatasi agama dalam kerangka rasional. Baginya, agama sejati adalah moralitas yang dihidupi dalam komunitas etis, bukan dogma supranatural.

Dengan pendekatan ini, Kant menegaskan bahwa iman harus tunduk pada akal praktis, sehingga agama tidak bertentangan dengan rasionalitas moral.

Kesimpulan

Immanuel Kant meletakkan fondasi filsafat modern dengan sistem kritis yang menghubungkan epistemologi, etika, estetika, dan politik. Ia menegaskan bahwa pengetahuan terbatas pada fenomena, bahwa moralitas bersumber pada kewajiban universal, dan bahwa keindahan merupakan harmoni subjektif yang memiliki klaim universalitas. Pemikirannya membentuk paradigma baru dalam filsafat Barat yang tetap berpengaruh hingga kini.

Frequently Asked Questions (FAQ)

Apa yang dimaksud dengan revolusi kopernikan Kant?

Bahwa objek pengalaman harus sesuai dengan struktur apriori akal budi manusia, bukan sebaliknya.

Apa prinsip utama etika Kant?

Imperatif kategoris, yakni bertindak hanya menurut prinsip yang dapat dijadikan hukum universal.

Apa kontribusi Kant dalam filsafat politik?

Kant mengusulkan konsep perdamaian abadi (perpetual peace) yang mengilhami teori hukum internasional modern.

Referensi

  • Kant, I. (1781/1787). Critique of Pure Reason. Hamburg: Felix Meiner Verlag.
  • Kant, I. (1785). Groundwork of the Metaphysics of Morals. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Kant, I. (1788). Critique of Practical Reason. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Kant, I. (1790). Critique of Judgment. Oxford: Oxford University Press.
  • Kant, I. (1795). Perpetual Peace. New Haven: Yale University Press.
  • Allison, H. E. (2004). Kant’s Transcendental Idealism. New Haven: Yale University Press.