Ferdinand de Saussure
Raymond Kelvin Nando, Pontianak — Ferdinand de Saussure adalah seorang ahli bahasa asal Swiss yang dianggap sebagai bapak linguistik modern dan perintis strukturalisme. Pemikirannya menggeser studi bahasa dari kajian historis ke arah analisis sistematik tentang tanda, struktur, dan hubungan antar unsur bahasa.
Biografi Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure lahir pada tahun 1857 di Jenewa, Swiss. Ia berasal dari keluarga akademisi bergengsi, dengan tradisi kuat di bidang sains alam. Sejak kecil ia menunjukkan minat terhadap bahasa dan mulai belajar bahasa Yunani serta Latin.
Pada usia remaja, Saussure sudah mendalami filologi klasik dan kemudian melanjutkan studinya di Leipzig, pusat studi Indo-Eropa pada abad ke-19. Di sana ia menulis karya penting pertamanya, Mémoire sur le système primitif des voyelles dans les langues indo-européennes (1879), yang menjadikannya dikenal sebagai ahli filologi muda berbakat.
Ia kemudian mengajar di Paris, di École Pratique des Hautes Études, dan kembali ke Jenewa sebagai profesor linguistik umum. Namun karya besarnya justru lahir dari catatan kuliah murid-muridnya, yang kemudian dihimpun menjadi Cours de linguistique générale (1916).
Saussure wafat pada tahun 1913 di Morges, Swiss. Warisannya tetap abadi dalam teori linguistik modern, semiotika, dan strukturalisme.
Konsep-Konsep Utama
Langue dan Parole
Saussure membedakan bahasa sebagai sistem sosial (langue) dari penggunaan individual dalam komunikasi (parole). Langue adalah struktur kolektif yang memungkinkan komunikasi, sedangkan parole adalah perwujudan aktual dalam tuturan.
Saussure menulis:
“La langue est à la fois un produit social de la faculté du langage et un ensemble de conventions nécessaires, adoptées par le corps social pour permettre l’exercice de cette faculté chez les individus.” (Cours de linguistique générale, 1916, p. 25)
Saussure menjelaskan bahwa bahasa adalah fenomena sosial, bukan sekadar aktivitas individu. Dengan menekankan langue, ia mengarahkan perhatian pada sistem yang mengatur komunikasi, bukan pada variasi perorangan.
Signifiant dan Signifié
Saussure mengembangkan teori tanda linguistik, yang terdiri atas signifiant (penanda, bentuk bunyi atau grafis) dan signifié (petanda, konsep yang diacu). Hubungan keduanya bersifat arbitrer.
Saussure menulis:
“Le signe linguistique unit non une chose et un nom, mais un concept et une image acoustique.” (Cours de linguistique générale, 1916, p. 67)
Saussure menjelaskan bahwa tanda bahasa tidak menghubungkan kata dengan benda langsung, tetapi dengan konsep mental. Hubungan penanda dan petanda ini menjadi dasar semiotika modern.
Arbitreritas Tanda
Bagi Saussure, tidak ada hubungan alami antara bunyi dan konsep. Misalnya, kata “pohon” dalam bahasa Indonesia dan “tree” dalam bahasa Inggris merujuk pada konsep yang sama, tetapi dengan penanda berbeda.
Saussure menulis:
“Le lien qui unit le signifiant au signifié est arbitraire.” (Cours de linguistique générale, 1916, p. 69)
Saussure menjelaskan bahwa sifat arbitrer tanda memungkinkan keberagaman bahasa di dunia dan menunjukkan bahwa bahasa adalah sistem konvensi sosial.
Dimensi Sinkronis dan Diakronis
Saussure membedakan antara studi sinkronis (bahasa pada satu waktu tertentu) dan diakronis (perkembangan bahasa sepanjang waktu). Fokusnya pada sinkroni menjadi terobosan metodologis besar.
Saussure menulis:
“La linguistique a pour objet la langue envisagée en elle-même et pour elle-même.” (Cours de linguistique générale, 1916, p. 317)
Saussure menjelaskan bahwa linguistik harus mempelajari bahasa sebagai sistem yang hidup pada suatu masa, bukan sekadar urutan historis.
Nilai Relasional dalam Bahasa
Bahasa, menurut Saussure, adalah sistem perbedaan. Makna suatu kata tidak ditentukan oleh benda yang dirujuk, tetapi oleh relasinya dengan kata lain dalam sistem.
Saussure menulis:
“Dans la langue il n’y a que des différences, sans termes positifs.” (Cours de linguistique générale, 1916, p. 166)
Saussure menjelaskan bahwa arti bahasa bersifat relasional, yang berarti sebuah kata hanya bermakna karena perbedaannya dengan kata lain.
Bahasa sebagai Sistem Tertutup
Saussure menegaskan bahwa bahasa harus dilihat sebagai sistem otonom dengan aturan internalnya sendiri, bukan sekadar refleksi dunia luar.
Saussure menulis:
“La langue est un système dont toutes les parties peuvent et doivent être considérées synchroniquement comme coexistantes.” (Cours de linguistique générale, 1916, p. 126)
Saussure menjelaskan bahwa pendekatan sistematis ini membuat linguistik menjadi ilmu dengan objek yang jelas dan metode yang ketat.
Warisan Strukturalisme
Pemikiran Saussure menginspirasi perkembangan strukturalisme dalam antropologi (Claude Lévi-Strauss), sastra (Roland Barthes), dan filsafat (Michel Foucault, Jacques Derrida). Ia meletakkan dasar bagi analisis tanda yang meluas ke berbagai bidang ilmu humaniora.
Dalam Konteks Lain
Hubungan dengan Empirisme Linguistik
Saussure merevisi tradisi filologi yang dominan pada abad ke-19, yang fokus pada sejarah bahasa Indo-Eropa. Ia mengalihkan perhatian pada struktur sinkronis bahasa, sebuah langkah metodologis yang berbeda dari tradisi empiris murni.
Pengaruh pada Antropologi Struktural
Claude Lévi-Strauss menulis:
“Les phénomènes sociaux ne sont pas des choses, mais des relations.” (Anthropologie structurale, 1958)
Lévi-Strauss menjelaskan bahwa pendekatan struktural pada budaya berakar pada prinsip Saussure bahwa sistem makna terbentuk melalui relasi, bukan entitas tunggal.
Perkembangan Semiotika Modern
Roland Barthes mengembangkan semiologi berdasarkan konsep tanda Saussure. Baginya, bahasa sehari-hari maupun sistem tanda budaya lain dapat dianalisis dengan metode struktural.
Roland Barthes menulis:
“Le monde est plein de signes.” (Mythologies, 1957)
Barthes menjelaskan bahwa setiap fenomena budaya dapat dianggap sebagai sistem tanda, melanjutkan tradisi semiotik Saussure.
Tantangan dari Post-Structuralisme
Pemikir seperti Jacques Derrida mengkritik pandangan Saussure tentang stabilitas tanda. Derrida menekankan bahwa makna selalu tertunda dan berbeda (différance).
Jacques Derrida menulis:
“Il n’y a pas de hors-texte.” (De la grammatologie, 1967)
Derrida menjelaskan bahwa makna tidak pernah final, berbeda dengan gagasan Saussure yang lebih sistematis.
Kesimpulan
Ferdinand de Saussure menandai revolusi dalam linguistik dengan menempatkan bahasa sebagai sistem tanda yang bersifat arbitrer dan relasional. Dengan membedakan langue dari parole, serta pendekatan sinkronis dari diakronis, ia meletakkan dasar bagi linguistik modern dan teori struktural. Warisannya melampaui linguistik, memengaruhi antropologi, sastra, filsafat, hingga kajian budaya.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Apa kontribusi utama Ferdinand de Saussure?
Apa karya terpenting Saussure?
Mengapa Saussure penting bagi humaniora?
Referensi
- Saussure, F. de. (1916). Cours de linguistique générale. Lausanne & Paris: Payot.
- Lévi-Strauss, C. (1958). Anthropologie structurale. Paris: Plon.
- Barthes, R. (1957). Mythologies. Paris: Seuil.
- Derrida, J. (1967). De la grammatologie. Paris: Les Éditions de Minuit.
- Culler, J. (1986). Ferdinand de Saussure. Ithaca: Cornell University Press.
- Harris, R. (2001). Saussure and his Interpreters. Edinburgh: Edinburgh University Press.
- Bouquet, S. (1997). Introduction à la lecture de Saussure. Paris: Payot.