Étienne Bonnot de Condillac

Raymond Kelvin Nando, Pontianak — Étienne Bonnot de Condillac adalah seorang filsuf Prancis abad ke-18 yang dikenal sebagai tokoh utama dalam tradisi empirisme dan sensasionalisme. Ia berusaha menunjukkan bahwa seluruh pengetahuan manusia berasal dari pengalaman indrawi, dan dari sana ia mengembangkan teori tentang bahasa, pemikiran, serta perkembangan pengetahuan.

Biografi Étienne Bonnot de Condillac

Étienne Bonnot de Condillac lahir pada tahun 1714 di Grenoble, Prancis. Ia berasal dari keluarga bangsawan kecil dan mendapatkan pendidikan awal di seminari Katolik. Pada awalnya ia diarahkan menuju jalur gerejawi, tetapi minatnya berkembang ke arah filsafat dan ilmu pengetahuan.

Condillac melanjutkan studinya di Paris, di mana ia berhubungan dengan para filsuf Enlightenment, termasuk Jean-Jacques Rousseau dan Denis Diderot. Kehidupannya banyak diwarnai pergaulan dengan lingkaran intelektual Encyclopédistes.

Karya pentingnya antara lain Essai sur l’origine des connaissances humaines (1746), Traité des sensations (1754), dan Cours d’études (1775). Melalui karya-karya ini ia menegaskan teori sensationalism yang berpengaruh besar dalam filsafat Prancis.

Selain karier intelektual, Condillac juga aktif sebagai tutor bagi Adipati Parma di Italia, yang kemudian memberinya kesempatan untuk mengembangkan gagasan pedagogis. Ia meninggal pada tahun 1780 di Beaugency, Prancis.

Konsep-Konsep Utama

Sensationalism

Bagi Condillac, seluruh pengetahuan manusia berakar pada sensasi. Tidak ada ide bawaan seperti yang diyakini oleh Descartes. Semua aktivitas mental dapat dijelaskan sebagai hasil dari transformasi dan pengolahan pengalaman indrawi.

Condillac menulis:

“Toutes nos connaissances se réduisent à des sensations.” (Traité des sensations, 1754)

Condillac menjelaskan bahwa bahkan proses berpikir yang kompleks hanyalah hasil penggabungan, perbandingan, dan refleksi atas data yang diberikan oleh indera. Dengan demikian, filsafatnya menekankan keutamaan pengalaman konkret.

Patung yang Dihidupkan (La Statue)

Dalam Traité des sensations, Condillac menggunakan eksperimen pikiran tentang sebuah patung marmer yang secara bertahap diberi kemampuan inderawi. Patung ini menjadi simbol bagi bagaimana manusia memperoleh pengetahuan sedikit demi sedikit melalui sensasi.

Condillac menulis:

“Supposons une statue organisée intérieurement comme nous, et animée d’abord seulement du sens de l’odorat…” (Traité des sensations, 1754)

Condillac menjelaskan bahwa dengan mengandaikan sebuah patung memperoleh penciuman terlebih dahulu, kemudian penglihatan, pendengaran, peraba, dan seterusnya, kita dapat memahami bagaimana semua fungsi mental berkembang dari pengalaman sensorik.

Bahasa dan Pemikiran

Condillac menekankan peran bahasa dalam perkembangan pikiran. Baginya, bahasa bukan hanya sarana komunikasi, tetapi juga alat untuk membentuk ide dan mengorganisasi pengetahuan.

Condillac menulis:

“L’art de raisonner se réduit à une langue bien faite.” (Essai sur l’origine des connaissances humaines, 1746)

Condillac menjelaskan bahwa berpikir dengan baik tergantung pada penggunaan bahasa yang tepat. Dengan kata lain, logika tidak terpisahkan dari tata bahasa dan struktur linguistik.

Kritik terhadap Rasionalisme

Sebagai seorang empiris, Condillac menolak gagasan bahwa akal memiliki kemampuan bawaan untuk menghasilkan ide. Ia mengkritik rasionalisme Cartesian yang menekankan innate ideas sebagai dasar pengetahuan.

Condillac menulis:

“Nous n’avons point d’idées innées: toutes viennent des sens.” (Essai sur l’origine des connaissances humaines, 1746)

Condillac menjelaskan bahwa pengetahuan tidak jatuh dari langit, tetapi lahir dari pengalaman nyata yang dialami manusia sehari-hari.

Teori Pendidikan

Melalui karyanya Cours d’études, Condillac mengembangkan teori pedagogis yang menekankan pengalaman dan pembelajaran bertahap. Pendidikan harus mengasah indera, melatih pengamatan, dan memperkaya pengalaman konkret siswa.

Condillac menulis:

“L’éducation doit suivre l’ordre de la nature.” (Cours d’études, 1775)

Condillac menjelaskan bahwa pembelajaran yang baik harus mengikuti perkembangan alami pikiran manusia, dari pengalaman indrawi menuju pengetahuan yang lebih kompleks.

Filsafat Politik dan Moral

Walaupun tidak sepopuler dalam bidang epistemologi, Condillac juga menyinggung soal moralitas dan masyarakat. Ia menekankan pentingnya kebiasaan, pendidikan, dan institusi dalam membentuk moral manusia, yang pada dasarnya lahir dari pengalaman sosial.

Condillac menulis:

“La société est l’ouvrage de nos besoins.” (Essai sur l’origine des connaissances humaines, 1746)

Condillac menjelaskan bahwa masyarakat terbentuk karena kebutuhan manusia, dan moralitas berkembang sebagai hasil kebiasaan kolektif, bukan hukum alam bawaan.

Dalam Konteks Lain

Hubungan dengan John Locke

Condillac banyak dipengaruhi oleh John Locke, khususnya dari An Essay Concerning Human Understanding. Namun, Condillac lebih radikal dengan mereduksi seluruh pengetahuan semata-mata pada sensasi.

John Locke menulis:

“There is nothing in the intellect that was not first in the senses.” (Essay Concerning Human Understanding, 1690)

Locke menjelaskan bahwa semua ide berasal dari pengalaman, sebuah dasar yang kemudian disederhanakan lebih jauh oleh Condillac dalam filsafat sensationalisme.

Hubungan dengan Rousseau

Sebagai teman sezaman, Condillac sering dibandingkan dengan Rousseau. Jika Rousseau menekankan perasaan moral alami manusia, Condillac justru menekankan proses perkembangan dari sensasi menuju moralitas.

Jean-Jacques Rousseau menulis:

“L’homme est né libre, et partout il est dans les fers.” (Du contrat social, 1762)

Rousseau menjelaskan kondisi manusia dalam masyarakat, sementara Condillac menyoroti bagaimana sensasi dan pendidikan membentuk pemahaman moral manusia.

Pengaruh terhadap Psikologi dan Linguistik

Pemikiran Condillac memberi pengaruh besar terhadap perkembangan psikologi modern dan studi bahasa. Teorinya bahwa bahasa membentuk pemikiran membuka jalan bagi studi linguistik struktural dan kognitif.

Ferdinand de Saussure menulis:

“La langue est une forme et non une substance.” (Cours de linguistique générale, 1916)

Saussure menjelaskan bahwa bahasa merupakan struktur yang membentuk pemikiran, sebuah ide yang memiliki akar dalam pandangan Condillac mengenai hubungan bahasa dan pengetahuan.

Relevansi dalam Empirisme Modern

Filsafat Condillac menjadi jembatan antara empirisme Inggris dan filsafat Prancis abad ke-18. Pemikirannya juga menjadi pijakan bagi positivisme awal dan studi ilmu pengetahuan di Eropa.

Auguste Comte menulis:

“Savoir pour prévoir, prévoir pour pouvoir.” (Cours de philosophie positive, 1830–1842)

Comte menjelaskan bahwa pengetahuan harus praktis dan berdasarkan pengalaman, suatu warisan metodologis yang dapat ditelusuri kembali hingga Condillac.

Kesimpulan

Étienne Bonnot de Condillac adalah filsuf yang memusatkan filsafatnya pada sensasi sebagai dasar semua pengetahuan. Melalui teori sensationalisme, ia menolak ide bawaan dan menegaskan peran pengalaman, bahasa, serta pendidikan dalam membentuk pikiran manusia. Pemikirannya menempatkannya sebagai salah satu tokoh penting dalam tradisi empirisme Eropa dan menjadikannya figur kunci pada abad Pencerahan.

Frequently Asked Questions (FAQ)

Apa gagasan utama Étienne Bonnot de Condillac?

Bahwa semua pengetahuan manusia berasal dari sensasi (sensationalism).

Apa karya terpenting Condillac?

Traité des sensations (1754) dan Essai sur l’origine des connaissances humaines (1746).

Bagaimana Condillac berbeda dari Locke?

Locke membedakan ide sederhana dan kompleks, sementara Condillac lebih radikal dengan mereduksi semua aktivitas mental pada sensasi.

Referensi

  • Condillac, É. B. (1746). Essai sur l’origine des connaissances humaines. Paris: Pissot.
  • Condillac, É. B. (1754). Traité des sensations. Paris: De l’Imprimerie Royale.
  • Condillac, É. B. (1775). Cours d’études pour l’instruction du Prince de Parme. Parme.
  • Locke, J. (1690). An Essay Concerning Human Understanding. London: Thomas Basset.
  • Rousseau, J.-J. (1762). Du contrat social. Amsterdam: Marc-Michel Rey.
  • Saussure, F. de. (1916). Cours de linguistique générale. Lausanne & Paris: Payot.
  • Comte, A. (1830–1842). Cours de philosophie positive. Paris: Bachelier.