Ernst Cassirer
Raymond Kelvin Nando, Pontianak — Ernst Cassirer adalah seorang filsuf Jerman abad ke-20 yang dikenal sebagai tokoh utama dalam tradisi Neo-Kantianisme. Ia mengembangkan filsafat tentang simbol dan budaya, dengan menekankan bahwa manusia adalah animal symbolicum, makhluk yang hidup dalam dunia simbol.
Biografi Ernst Cassirer
Ernst Cassirer lahir pada tahun 1874 di Breslau, Jerman (kini Wrocław, Polandia). Ia berasal dari keluarga Yahudi kelas menengah dan menempuh pendidikan di Universitas Berlin, Universitas Leipzig, dan akhirnya di Universitas Marburg, pusat Neo-Kantianisme.
Di Marburg, Cassirer berguru kepada Hermann Cohen dan Paul Natorp. Di bawah bimbingan mereka, ia mendalami pemikiran Kant dan mengembangkan minat pada hubungan antara epistemologi, ilmu pengetahuan, dan budaya.
Pada tahun 1906, Cassirer mulai mengajar di Universitas Berlin, dan kemudian menerbitkan karya penting Das Erkenntnisproblem in der Philosophie und Wissenschaft der neueren Zeit, sebuah kajian sejarah filsafat pengetahuan.
Selama periode Weimar, Cassirer menjadi rektor Universitas Hamburg. Ia juga menjadi profesor Yahudi pertama yang menduduki posisi itu.
Ketika Nazi berkuasa pada 1933, Cassirer mengungsi ke Inggris, kemudian Swedia, dan akhirnya Amerika Serikat. Ia mengajar di Yale University dan Columbia University hingga wafat pada tahun 1945.
Konsep-Konsep Utama
Animal Symbolicum
Cassirer menekankan bahwa manusia bukan hanya animal rationale seperti yang didefinisikan Aristoteles, tetapi terutama animal symbolicum, makhluk yang membentuk dan memahami dunia melalui simbol.
Ernst Cassirer mengatakan:
“Man is an animal symbolicum.” (An Essay on Man, 1944)
Cassirer menjelaskan bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh bahasa, seni, mitos, dan agama, yang semuanya adalah bentuk simbolis. Manusia tidak hidup langsung dalam realitas alamiah, tetapi dalam dunia makna simbolis.
Filsafat Bentuk Simbolis (Philosophie der symbolischen Formen)
Karya terbesar Cassirer adalah Philosophie der symbolischen Formen (1923–1929), yang terdiri dari tiga jilid: bahasa, mitos, dan ilmu pengetahuan. Di sini ia menguraikan bagaimana bentuk-bentuk simbolis menjadi sarana manusia untuk memahami dan menstrukturkan realitas.
Ernst Cassirer mengatakan:
“In language, myth, religion, art, and science, man is always building up his own universe, a symbolic universe.” (Philosophy of Symbolic Forms)
Cassirer menjelaskan bahwa seluruh aktivitas budaya adalah konstruksi simbolis. Dengan demikian, filsafat harus mengkaji struktur simbolis itu untuk memahami hakikat manusia.
Hubungan dengan Kant dan Neo-Kantianisme
Cassirer berangkat dari tradisi Neo-Kantianisme Marburg yang menekankan syarat-syarat kemungkinan pengetahuan. Namun, ia memperluas epistemologi Kant ke ranah budaya, bukan hanya ilmu pengetahuan alam.
Ernst Cassirer mengatakan:
“The critique of reason becomes the critique of culture.” (Philosophy of Symbolic Forms)
Cassirer menjelaskan bahwa proyek kritisisme tidak berhenti pada ilmu pengetahuan, tetapi meluas ke semua bentuk budaya, sebab di situlah akal manusia mengekspresikan dirinya.
Kebebasan dan Humanisme
Cassirer mengaitkan simbolisme dengan kebebasan manusia. Melalui kemampuan simbolis, manusia dapat membebaskan diri dari determinasi alamiah dan membangun dunia budaya.
Ernst Cassirer mengatakan:
“Man lives in a symbolic universe. Language, myth, art, and religion are parts of this universe. They are the varied threads which weave the symbolic net, the twisted fabric of human experience.” (An Essay on Man)
Cassirer menjelaskan bahwa kebebasan manusia lahir dari kapasitasnya mencipta simbol, yang membentuk pengalaman hidup dalam beragam ekspresi.
Mitologi dan Agama
Cassirer memberi tempat penting pada mitos dan agama sebagai bentuk simbolis yang lebih awal daripada sains. Baginya, mitos bukan sekadar khayalan, melainkan bentuk ekspresi manusia dalam menghadapi dunia.
Ernst Cassirer mengatakan:
“Myth is not a crude attempt at science; it is an expression of man’s fundamental attitude toward life.” (The Philosophy of Symbolic Forms)
Cassirer menjelaskan bahwa mitos adalah bahasa simbolis eksistensial, bukan teori ilmiah yang gagal. Ia memuat pemahaman tentang keterhubungan manusia dengan kosmos.
Politik dan Kekuasaan
Dalam The Myth of the State (1946, diterbitkan setelah wafatnya), Cassirer mengkaji peran mitos dalam politik modern, termasuk mitos nasionalisme dan totalitarianisme.
Ernst Cassirer mengatakan:
“In politics we are always living on volcanic soil. We must be prepared for abrupt convulsions and eruptions.” (The Myth of the State)
Cassirer menjelaskan bahwa mitos politik dapat menggerakkan massa dan menjadi ancaman bagi kebebasan rasional. Karena itu, filsafat harus kritis terhadap penyalahgunaan simbol.
Hubungan dengan Sains
Cassirer menekankan bahwa sains, sama seperti mitos atau seni, adalah bentuk simbolis, meskipun lebih rasional dan abstrak. Ilmu pengetahuan tidak bebas dari simbolisasi, melainkan representasi simbolis tingkat tinggi.
Ernst Cassirer mengatakan:
“Science, like myth, is a symbolic form of human expression.” (Philosophy of Symbolic Forms)
Cassirer menjelaskan bahwa sains adalah kelanjutan dari upaya manusia membangun kosmos simbolis, berbeda dari mitos tetapi masih dalam kerangka simbolisasi.
Dalam Konteks Lain
Dalam Tradisi Neo-Kantianisme
Cassirer berdiri dalam garis Marburg bersama Hermann Cohen dan Paul Natorp. Ia meneruskan kritik Kant dengan memperluasnya ke seluruh ekspresi budaya.
Hermann Cohen mengatakan:
“The infinite task of thought is the method of science.” (Logik der reinen Erkenntnis, 1902)
Cohen menjelaskan dasar metodologis yang kemudian dikembangkan Cassirer untuk melampaui sains menuju kebudayaan.
Dalam Dialog dengan Heidegger
Cassirer terkenal berdebat dengan Martin Heidegger di Davos (1929). Cassirer membela humanisme Kantian, sementara Heidegger menekankan ontologi fundamental.
Martin Heidegger mengatakan:
“The essence of Dasein lies in its existence.” (Being and Time, 1927)
Heidegger menjelaskan manusia dari sisi eksistensial-ontologis, berbeda dengan Cassirer yang menekankan dimensi simbolis-kultural.
Dalam Antropologi Filsafat
Cassirer dianggap sebagai salah satu pelopor filsafat antropologi modern, bersama Max Scheler dan Helmuth Plessner. Ia memandang simbol sebagai inti eksistensi manusia.
Max Scheler mengatakan:
“Man is the eternal problem of philosophy.” (The Human Place in the Cosmos, 1928)
Scheler menjelaskan bahwa filsafat selalu kembali ke pertanyaan tentang manusia, sejalan dengan arah penelitian Cassirer.
Dalam Pemikiran Humanisme Modern
Pemikiran Cassirer tentang simbol, kebebasan, dan kebudayaan menjadi bagian penting dalam tradisi humanisme modern, terutama setelah tragedi totalitarianisme abad ke-20.
Ernst Cassirer sendiri mengatakan:
“The question of man is the riddle of culture.” (An Essay on Man)
Cassirer menjelaskan bahwa memahami manusia berarti memahami kebudayaannya, sebab keduanya tak terpisahkan.
Kesimpulan
Ernst Cassirer adalah filsuf yang mengembangkan konsep animal symbolicum dan filsafat bentuk simbolis. Ia memperluas proyek Kantian ke seluruh ranah budaya, dari mitos hingga sains. Dengan menekankan simbolisasi, ia membangun landasan baru bagi humanisme modern. Pemikirannya tetap relevan untuk memahami manusia dalam dunia simbolis kontemporer.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Apa gagasan utama Ernst Cassirer?
Apa karya terbesar Cassirer?
Mengapa Cassirer penting bagi humanisme?
Referensi
- Cassirer, E. (1923–1929). Philosophie der symbolischen Formen. Berlin: Bruno Cassirer.
- Cassirer, E. (1944). An Essay on Man. New Haven: Yale University Press.
- Cassirer, E. (1946). The Myth of the State. New Haven: Yale University Press.
- Cohen, H. (1902). Logik der reinen Erkenntnis. Berlin: Bruno Cassirer.
- Gordon, P. (2010). Continental Divide: Heidegger, Cassirer, Davos. Cambridge, MA: Harvard University Press.
- Krois, J. M. (1987). Cassirer: Symbolic Forms and History. New Haven: Yale University Press.
- Scheler, M. (1928). Die Stellung des Menschen im Kosmos. Darmstadt: Reichl.