Diogenes dari Apollonia
Raymond Kelvin Nando, Pontianak — Diogenes dari Apollonia adalah filsuf pra-Sokratik yang menekankan bahwa udara (aer) adalah prinsip dasar (archê) dari segala sesuatu. Ia berpendapat bahwa udara bukan sekadar elemen fisik, tetapi juga memiliki aspek vital dan intelektual yang menggerakkan alam semesta.
Biografi Diogenes dari Apollonia
Diogenes lahir pada abad ke-5 SM di Apollonia, kota Yunani kuno di wilayah Thrace. Informasi biografisnya terbatas, tetapi diketahui bahwa ia termasuk dalam kelompok filsuf pra-Sokratik yang mencari prinsip dasar alam semesta (physis).
Ia diduga melakukan perjalanan ke berbagai pusat intelektual Yunani untuk mendalami pengetahuan alam, meski sebagian besar karyanya hilang dan hanya tersisa fragmen yang dikutip oleh filsuf kemudian, termasuk Simplicius dan Aristotle.
Diogenes dikenal sebagai pengamat alam yang teliti. Ia menekankan pentingnya fenomena nyata dan pengalaman inderawi dalam memahami alam, meski dengan spekulasi filosofis yang abstrak.
Salah satu karya utamanya diduga berjudul On Nature, yang membahas prinsip-prinsip kosmologi dan fenomena fisik. Dalam karyanya, ia mencoba menjelaskan gerak, kehidupan, dan persepsi manusia melalui konsep udara sebagai substansi universal.
Diogenes memiliki pengaruh terbatas dibanding tokoh pra-Sokratik lain seperti Anaxagoras atau Heraclitus, tetapi gagasannya tentang udara sebagai archê memberi kontribusi penting bagi perkembangan filsafat alam Yunani.
Ia dianggap sebagai penghubung antara filsuf presokratik dan perkembangan atomisme awal, karena menghubungkan prinsip universal dengan kehidupan dan akal.
Kematian Diogenes diperkirakan terjadi pada pertengahan abad ke-5 SM, tetapi warisannya tetap dikenang dalam sejarah filsafat Yunani sebagai salah satu pemikir yang menekankan kesatuan alam dan prinsip universal.
Konsep-Konsep Utama
Aer sebagai Archê
Prinsip utama Diogenes adalah bahwa udara (aer) adalah asal segala sesuatu. Ia berargumen bahwa udara tidak hanya bersifat material, tetapi juga mengandung kehidupan dan intelek.
Udara ini bersirkulasi, memampukan gerakan, dan menjadi medium bagi perubahan alami. Dengan demikian, segala fenomena, baik fisik maupun mental, dapat dijelaskan melalui udara.
Diogenes mengatakan:
“Everything is composed of air, which is both divine and intelligent.” (Frag. 1, Simplicius)
Diogenes menegaskan bahwa udara bukan sekadar elemen fisik, tetapi memiliki sifat ilahi dan rasional yang memerintah alam semesta.
Udara sebagai Sumber Kehidupan
Diogenes menekankan bahwa udara adalah prinsip vital (zoon). Tanpa udara, kehidupan tidak mungkin ada. Ia melihat hubungan erat antara udara, gerak, dan proses biologis.
Dengan pendekatan ini, ia mencoba mengintegrasikan filsafat alam dengan pengamatan tentang kehidupan dan kesehatan makhluk hidup.
Diogenes mengatakan:
“The soul is in air, and it is the cause of life and sensation.” (Frag. 2, Simplicius)
Ia menjelaskan bahwa jiwa manusia dan makhluk hidup bersifat udara, sehingga hidup dan persepsi adalah manifestasi dari gerakan udara.
Udara dan Intelek
Selain aspek vital, udara juga mengandung intelek. Diogenes percaya bahwa hukum dan keteraturan alam berasal dari udara intelektual yang mengatur fenomena.
Dengan pandangan ini, ia menyatukan konsep kosmos material dengan prinsip rasional, sehingga alam dapat dipahami sebagai sistem yang teratur dan harmonis.
Diogenes mengatakan:
“The mind is a portion of air, capable of reasoning and movement.” (Frag. 3, Simplicius)
Ia menjelaskan bahwa pikiran manusia merupakan bagian dari udara yang rasional, menjembatani fenomena mental dan fisik.
Materi dan Gerak
Diogenes menekankan bahwa udara merupakan substansi yang fleksibel, mampu memampukan gerakan benda dan perubahan alam. Gerak bukan sekadar konsekuensi mekanik, tetapi juga manifestasi prinsip hidup dan rasionalitas alam.
Pandangan ini menghubungkan filsafat alam dengan pengetahuan empiris yang dapat diamati melalui fenomena sehari-hari, seperti pernapasan, angin, dan perubahan cuaca.
Diogenes mengatakan:
“All changes and motions are produced by the movement of air.” (Frag. 4, Simplicius)
Ia menekankan bahwa setiap perubahan di alam terjadi melalui udara, menjadikan aer sebagai penghubung antara materi dan dinamika kosmos.
Pengetahuan dan Persepsi
Diogenes membedakan persepsi inderawi dan intelektual. Indra memberikan pengalaman konkret, tetapi hanya pikiran yang dapat memahami prinsip universal seperti udara.
Dengan ini, ia menekankan pentingnya akal dalam memahami alam dan menolak penjelasan mistik yang tidak berbasis observasi.
Diogenes mengatakan:
“Sensation is of air, and intellect is a refinement of this same air.” (Frag. 5, Simplicius)
Ia menunjukkan bahwa pengalaman inderawi dan akal merupakan manifestasi dari satu substansi, yaitu udara.
Dalam Konteks Lain
Dalam Filsafat Yunani
Gagasan Diogenes menekankan kesatuan alam melalui prinsip tunggal (monisme), berbeda dengan pluralisme Anaxagoras dan materialisme Empedocles. Ia menekankan keteraturan dan intelektualitas alam.
Aristotle mengatakan:
“Diogenes from Apollonia asserts that air is the principle of all things and that it has intelligence.” (Metaphysics, 984b)
Aristotle menegaskan bahwa Diogenes memandang udara sebagai substansi yang mengandung rasio, berbeda dari pandangan filosofis lain.
Hubungan dengan Atomisme
Meskipun bukan atomis, konsep udara sebagai substansi universal memberikan dasar bagi perkembangan teori atom oleh Leucippus dan Democritus. Ide tentang prinsip tunggal yang menyusun segala sesuatu menjadi inspirasi bagi pemikir berikutnya.
Lucretius mengatakan:
“Some assert all things originate in a single element; this was the view of Diogenes of Apollonia.” (De Rerum Natura, I, 80)
Lucretius menekankan bahwa gagasan monisme Diogenes menjadi bagian dari tradisi spekulatif Yunani yang memengaruhi atomisme.
Etika dan Kehidupan
Walaupun lebih dikenal karena filsafat alam, Diogenes menekankan kehidupan yang selaras dengan alam. Menjaga keseimbangan dengan udara, yaitu nafas dan alam sekitar, menjadi bagian dari etika praktisnya.
Simplicius mengatakan:
“Diogenes taught moderation in all things, in accord with the nature of air.” (Frag. 6)
Ia menekankan kesederhanaan dan keharmonisan dengan prinsip universal.
Relevansi Kontemporer
Pemikiran Diogenes tetap relevan dalam diskursus filsafat alam dan teori sistem. Pandangannya yang menyatukan materi, gerak, dan akal menjadi inspirasi dalam studi kosmologi dan filsafat sains.
Jonathan Barnes mengatakan:
“Diogenes of Apollonia represents a step toward a rational, integrated view of nature that influenced later thought.” (The Presocratic Philosophers, 1979, p. 153)
Barnes menegaskan pentingnya Diogenes sebagai jembatan antara filsafat alam pra-Sokratik dan perkembangan filsafat rasional.
Kesimpulan
Diogenes dari Apollonia adalah filsuf pra-Sokratik yang menekankan udara (aer) sebagai prinsip universal. Konsep ini mencakup aspek material, vital, dan intelektual, menjembatani fenomena fisik dan mental. Pemikiran ini memberikan dasar penting bagi monisme, kosmologi, dan perkembangan filsafat alam di Yunani kuno.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Apa prinsip utama Diogenes dari Apollonia?
Bagaimana pandangan Diogenes tentang pengetahuan?
Apa pengaruhnya pada filsafat selanjutnya?
Referensi
Aristotle. (1933). Metaphysics. (H. Tredennick, Trans.). Cambridge: Harvard University Press.
Barnes, J. (1979). The Presocratic Philosophers. London: Routledge & Kegan Paul.
Simplicius. (1964). Commentary on Aristotle’s Physics. Berlin: Akademie Verlag.
Guthrie, W. K. C. (1962). A History of Greek Philosophy: Early Greek Philosophy. Cambridge: Cambridge University Press.
Kirk, G. S., Raven, J. E., & Schofield, M. (1983). The Presocratic Philosophers. Cambridge: Cambridge University Press.
Long, A. A., & Sedley, D. N. (1987). The Hellenistic Philosophers. Cambridge: Cambridge University Press.
Freeman, K. (1946). Ancilla to the Pre-Socratic Philosophers. Cambridge: Harvard University Press.